SOLOPOS.COM - Warga melintas di depan Pasar Nglangon, Karangtengah, Sragen, Senin (30/8/2021). (Solopos-Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Kios renteng di Kawasan Pasar Nglangon, Sragen, Jawa Tengah, ternyata sudah dihuni warga sejak 1973-1974. Ikatan sosial penghuni kios pun sudah menyatu dalam lingkungan satu RT sejak 1984 dan telah bertahan selama lima generasi.

Para pedagang yang juga menghuni kios renteng di Kawasan Nglangon, Sragen, mengajukan lima opsi kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen bila 74 penghuni kios itu direlokasi ke pasar terpadu. Lima opsi itu merupakan unek-unek para pedagang/penghuni kios renteng Nglangon yang diterima rukun tetangga (RT) setempat.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Ketua RT 004/RW 003 Kios Renteng Nglangon, Karangtengah, Sragen, Sunardi, saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (1/9/2021), menyampaikan para warga di kios renteng ini banyak yang menyampaikan unek-unek terkait rencana pembangunan pasar terpadu di Kawasan Nglangon Sragen pada 2022 dengan alokasi anggaran Rp40 miliar.

Baca juga: Begal Ojol di Baki Sukoharjo Ditangkap, Identitasnya Masih Dirahasiakan

Sunardi menyampaikan unek-unek warga itu intinya terbagi pada lima opsi. Pertama, ukuran kios di pasar terpadu sebagai pengganti kios renteng harus sama dengan ukuran kios renteng sekarang, yakni 6 meter x 9 meter. Kedua, jika ukuran kios baru nanti tidak sama maka pedagang kios renteng meminta 2-3 kios baru di pasar terpadu itu.

Ketiga, seandainya ukuran kios lebih kecil, 4 meter x 7 meter, maka pedagang meminta kios tersebut berlantai II seperti rumah toko (ruko). Keempat, pedagang mau menerima kios kecil tetapi Pemkab Sragen harus memfasilitasi pembangunan perumahan untuk bedol RT karena 74 penghuni kios renteng itu sudah menjadi satu lingkungan RT. Terakhir bila fasilitas bedol RT terlalu berat, pedagang tetap mendapatkan kios plus disediakan lahan seluas 15.000 meter persegi untuk hunian pedagang.

“Lima opsi itu kami ajukan ke Pemkab Sragen karena kami menghuni kios renteng ini sudah bertahun-tahun sejak 1973-1974. Kios-kios ini tidak sekadar untuk berniaga tetapi juga untuk hunian kami. Ikatan sosial penghuni kios pun sudah menyatu dalam lingkungan satu RT sejak 1984. Hingga sekarang sudah ada lima generasi ketua RT. Saya menjadi RT sudah 12 tahun. Ketua RT sebelum saya menjabat selama 13 tahun,” ujar Sunardi.

Baca juga: 72 Kios di Pasar Nglangon Sragen Jadi Hunian Warga 1 RT Secara Turun-Temurun, Kok Bisa?

Sejarah Masa Lalu

Dia menerangkan para warga menempati kios renteng di Pasae Nglangon Sragen ini sejak status Karangtengah secara administrasi berupa desa. Menurut Sunardi, perubahan status desa menjadi kelurahan itu terjadi pada 1996-1997 tetapi dari penjelasan Kepala Kelurahan Karangtengah Sri Harjanto perubahan desa menjadi kelurahan terjadi pada 1994.

“Dulu, sekitar 1995, ada warga namanya Pak Sinto mengajukan sertifikasi lahan kios renteng ini kepada Pak Kades Dibyo. Kemudian sertifikat jadi pada 1999 tetapi oleh lurah pada saat itu tidak disampaikan ke warga Kios Renteng Nglangon. Saya baru tahu kalau ada sertifikat atas Kios Renteng Nglangon ini pada 2014 yang ditunjukkan oleh Pak Lurah Dwi Cahyono kala itu,” kisahnya.

Dia menjelaskan sertifikat itu atas nama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen. Sunardi menerangkan sejak 1975, warga sudah sewa lahan hingga 2014. Dia menerangkan pada 2014 sewa lahan dihentikan. Dia mengatakan jadi sejak 2014 sampai sekarang tidak ada sewa-menyewa lahan tetapi para warga kios renteng masih mendapatkan surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) pajak bumi dan bangunan (PBB).

“PBB saya hanya sekitar Rp37.000/tahun untuk kios seluas 54 meter persegi itu. Saya tidak tahu kok bisa ada STTP karena saya hanya melanjutkan sejak turun-temurun dulu,” ujarnya.

Baca juga: Gibran: Warga Boleh Jajan di Mal Solo & Gelar Resepsi Nikah

Dia menerangkan kalau kios sekarang seluas 54 meter persegi dan digunakan untuk hunian dan akan diganti dengan kios ukuran 15 meter persegi jelas tidak logis. Sunardi sendiri bersama istri dan anaknya juga tinggal di kios sehari-hari. Sunardi membuka showroom motor bekas di kios itu.

“Ada juga yang buka usaha bengkel mobil, kuliner, dan seterusnya. Jadi kalau kios ukuran 54 meter persegi diganti deng satu kios kecil ya jelas menolak,” katanya.

Dia mengatakan pada tahun lalu pernah ada sosialisasi pembangunan Pasar Terpadu Nglangon tetapi pada 2021 ini belum ada sosialisasi lanjutan.

Kabid Penataan Pasar Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sragen Tommy Isharyanto mengakui bila pada waktu dekat ini belum ada sosialisasi ihwal rencana pembangunan pasar terpadu di Kawasan Nglangon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya