SOLOPOS.COM - Ratusan orang warga Karangasem berkumpul di Sonoloyo Kawistu, Karangtengah, Sragen Kota, Sragen, untuk peringatan tradisi ruwahan, Jumat (18/3/2022). (Espos/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Ratusan warga di lingkungan RW 005 Kelurahan Karangtengah, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah melaksanakan tradisi ruwahan di permakaman umum Sonoloyo Kawistu, Jumat (18/3/2022).

Dalam momentum itu warga berhasil mengumpulkan dana Rp4,3 juta untuk perluasan areal permakaman lantaran lahan permakaman semakin penuh. Warga baik laki-laki dan perempuan berdatangan sejak pukul 06.00 WIB ke pelataran Sonoloyo Kawistu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Lokasi itu disebut Kawistu karena dahulu ada dua pohon kawis berukuran besar tetapi sekarang sudah hilang. Masing-masing orang membawa satu paket makanan terdiri atas satu sisir pisang ambon, seekor ingkung ayam kampung, sayur sambel goreng, kerupuk udang, peyek kacang, dan nasi tumpeng.

Baca Juga : Simbolisme Ketan, Kolak atau Apem dalam Tradisi Ruwahan

Seusai didoakan, setiap orang memotong ayam dan mengambil bagian cakar. Kemudian potongan cakar itu dicampurkan dengan pisang, nasi, dan lauk seadanya kemudian dibungkus daun pisang. Makanan itu diletakkan pada nisan leluhur.

Mantan Bayan Karangtengah, Samidi, 78, mengungkapkan tradisi ruwahan ini mengambil waktu Jumat Pon di Bulan Ruwah. Dia menyampaikan peserta tradisi ruwahan ini dari manca warna kampung atau beberapa kampung, seperti Kampung Asemrejo, Ngangin, Sidodadi, Kauman, Ngonce, Pencol, Batu, Klitik, Karangasem, dan Karangtengah. Mereka memiliki leluhur yang dimakamkan di Sonoloyo Kawistu.

“Tradisi ini hanya setahun sekali. Sebelum saya lahir atau sebelum 1943, tradisi ini sudah ada. Kawistu ini diambil dari nama dua pohon kawis yang sekarang sudah tumbang,” jelas Samidi saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat pagi.

Baca Juga : Dipimpin Bhre, Begini Jalannya Ruwahan dan Peringatan Hari Jadi MN Solo

Setiap orang yang datang harus menyisihkan uang Rp25.000/orang untuk pembangunan makam. “Ini sudah menjadi adat-istiadat simbah-simbah dulu,” imbuh dia.

Simbol Tradisi

Dia mengatakan aneka makanan yang dibawa itu merupakan simbol tradisi. Sebelum melaksanakan tradisi ruwahan, biasanya warga menabur bunga ke makam dan mendoakan leluhur.

Baca Juga : Agenda Pertama Bhre sebagai Mangkunagoro X: Pimpin Ritual Ruwahan

“Meskipun harga-harga sekarang naik, termasuk minyak goreng, yang penting bagi saya pokoknya ada makanan. Semua diupayakan menjaga tradisi. Pemuda sekarang sudah tidak perhatian lagi dengan tradisi seperti ini. Yang melestarikan ya yang tua-tua ini,” jelasnya.

Ketua Pengelola Sonoloyo Kawistu Karangtengah, Haryanto, dalam sambutannya menyampaikan dana pembangunan yang terkumpul Rp4,3 juta. Dana itu untuk perluasan makam yang sudah mulai penuh.

Baca Juga : Dipimpin Bhre, Begini Jalannya Ruwahan dan Peringatan Hari Jadi MN Solo

Dia mengungkapkan sudah ada dana Rp38 juta ditambah dana yang terkumpul Rp4,3 juta sehingga terkumpul Rp42 juta. Sehingga, katanya, belum cukup membeli lahan untuk perluasan. “Saat nyadran itu jangan pernah meminta pengestu kepada yang meninggal tetapi justru mendoakan yang meninggal,” katanya.

Lurah Karangtengah, Galih Setyo Nugroho, berpesan supaya tradisi ini terus dilestarikan. “Tradisi ini dimanfaatkan untuk mendoakan para leluhur bersama-sama,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya