SOLOPOS.COM - Sejumlah koleksi tembaga Dukuh Tumang, Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Kamis (24/2/2022). (Solopos/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, BOYOLALI — Perajin logam di sentra kerajinan logam Dukuh Tumang, Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah kesulitan melakukan regenerasi, terutama pandai besi.

Perajin logam Tumang, Purwo, 40, menyatakan Dukuh Tumang terkenal dengan kerajinan logam tetapi sangat sulit mencari regenerasi perajin tembaga, terutama pandai besi. Purwo menyampaikan keluh kesahnya itu Kamis (25/2/2022).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Pria asli Tumang Boyolali ini juga menyayangkan banyak anak muda kurang tertarik dengan kerajinan logam ini. “Sekarang yang dipikirkan bukan caranya bisa [membuat kerajinan] atau mengembangkan, tetapi lebih kepada cari cepat yang penting dapat gaji. Jadi kurang tertarik dengan kegiatan ini [membuat kerajinan dari logam],” kata Purwo.

Baca Juga : Cerita Tumang Surga Kerajinan Logam di Boyolali Diambil dari Nama Hantu

Dia mengatakan penyebab anak muda sekarang memiliki pola pikir itu. Purwo menyebut faktor lingkungan berpengaruh. “Yang penting kan nongkrong, bawa duit, kan pekewuh [tidak enak] kalau nongkrong tidak membawa uang. Kalau pandai besi kayak gini ya ada tapi paling hanya satu, dua aja,” katanya sambal mengelas logam.

Menurut Purwo membuat kerajinan logam memerlukan proses panjang. Dimulai dari mendesain bentuk, membuat tekstur secara manual (yang dikerjakan pandai besi), membuat ukiran, dan pewarnaan (finishing). “Kalau memahat dan finishing banyak, tapi dikerjakan sendiri-sendiri di rumah,” ujar pria yang sudah lebih dari 7 tahun melakoni pekerjannya.

Purwo berharap ada regenerasi untuk melanjutkan kegiatannya. Perajin logam lainnya, Jumari, 72, sudah menjadi pandai besi lebih dari 15 tahun. “Ya tidak terlalu lama, soalnya semua dikerjakan secara manual,” kata padai besi tersebut sambil menempa.

Baca Juga : Lika-liku Ekspor Kerajinan Logam Desa Tumang Boyolali saat Pandemi

Perajin logam lainnya, Sujafar, 50, menyatakan setiap pembuatan karya dikerjakan bersama. Ia mampu membuat motif (tekstur) logam (bukan ukiran) 2-3 buah dalam sehari. Itu tergantung tingkat kesulitan motif. “Pembuatannya dilakukan secara kerja sama. Tidak ada pembagian khusus soalnya kan semakin sedikit orangnya [yang menjadi pandai besi],” ungkap Sujafar.

Kepala Desa Cepogo, Mawardi, menjelaskan pihak desa melakukan sejumlah usaha agar sentra kerajinan logam Tumang tidak punah. Pertama, pemerintah desa bersama rekanan dari pengabdian masyarakat mengajukan kriya logam Tumang menjadi warisan budaya tak benda. Usaha itu membuahkan hasil. Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi menyetujui pada 23 Desember 2021.

Dipo panggilan akrab Mawardi menyebutkan bahwa ada program khusus di sekolah untuk mencari generasi penerus kerajinan logam. “Mulai tahun ini sudah dimasukkan kurikulum, ekstrakulikuler. Utamanya sebagai kewajiban untuk SD di wilayah Cepogo. Ada ektrakurikuler kaitannya dengan kerajinan dimaksudkan menumbuhkan cinta kepada kerajinan logam. Kerajinan ini kan sudah diakui dunia dan bisa menjadi mata pencaharian yang menjanjikan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya