SOLOPOS.COM - Ilustrasi Dinas Kesehatan (Dinkes.surabaya.go.id)

Kesehatan lingkungan Boyolali, ada lima pendekatan yang dilakukan Pemkab Boyolali atasi sanitasi.

Solopos.com, SOLO–Angka penyakit akibat gangguan sanitasi lingkungan di Boyolali seperti kolera, diare, tipus, dan cacingan, akan terus ditekan. Terbitnya Peraturan Bupati (Perbup) Boyolali No.52 Tahun 2015 tentang Percepatan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) diharapkan bisa mengurangi angka penyakit berbasis lingkungan. Perbub tersebut ditetapkan pada akhir tahun lalu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Seksi Peningkatan Lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali, Eko Budi,  menjelaskan perbub STBM menekankan lima pendekatan untuk mendorong  perilaku higienis dan sanitasi individu atau masyarakat atas kesadaran sendiri. Kelima pendekatan itu antara lain, stop buang air besar sembarangan (BABS), cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, pengelolaan air minum  dan makanan di tingkat rumah tangga dengan menjaga kualitas air dan sumber air, menerapkan sistem higienis pangan, serta pengamanan sampah rumah tangga dan pengamanan limbah cair rumah tangga.

“Bila masyarakat bisa berperilaku atau memiliki lima kebiasaan itu,
dipastikan gangguan penyakit akibat lingkungan menurun  drastis,” kata Eko Budi, kepada Solopos.com, Jumat (5/2/2016).

Saat ini, angka BABS masyarakat Boyolali masih 9,66%. BABS masih
sering ditemui di Boyolali bagian utara seperti Kecamatan Wonosegoro, Juwangi, dan Kemusu. “Faktor utamanya tetap masalah kebiasaan atau perilaku masyarakat,” kata Eko Budi.

Selain itu, masih banyak rumah tangga yang belum memiliki jamban. Warga masih banyak yang menumpang jamban di rumah tetangga atau satu jamban di satu rumah tangga dipakai sampai tiga kepala keluarga (KK).

“Padalah idealnya, satu rumah tangga memiliki satu jamban.” Sementara di wilayah Banyudono dan Sawit , meski hampir semua warga telah memiliki jamban, namun ada sebagian kecil warga yang mengalirkan limbah  jamban ke sungai. Kondisi ini juga masuk kategori BABS.

Dia menargetkan 2019 Boyolali bebas BABS. “Selain dengan regulasi, bila perlu desa juga berinisiatif membuat perdes larangan
BABS. Yang paling penting adalah komitmen bersama untuk berbuat
menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan.”

Sementara itu, 40% masyarakat Boyolali belum bisa mengelola limbah cair rumah tangga dengan baik. Air limbah dari dapur masih dialirkan ke pekarangan. “Masyarakat belum mengetahui arti penting pengelolaan imbah cair. Jika limbah cair tidak dikelola dengan baik bisa menimbulkan penyakit.”

Kemiskinan menjadi salah satu faktor dan masyarakat belum mampu membuat sarana pembuangan limbah cair yang memadai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya