SOLOPOS.COM - Puluhan anggota IDI Boyolali menggelar aksi damai di DPRD Boyolali menolak program dokter layanan primer (DLP), Senin (24/10/2016). (Hijriyah Al Wakhidah/JIBI/Solopos)

Kesehatan Boyolali, puluhan anggota IDI mendatangi DPRD menyuarakan penolakan program studi DLP.

Solopos.com, BOYOLALI — Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Boyolali menolak kebijakan program dokter layanan primer (DLP). Penolakan disampaikan dengan menggelar aksi damai di Gedung DPRD Boyolali, Senin (24/10/20160).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mereka bertemu dengan Ketua DPRD Boyolali S. Paryanto dan Wakil Ketua DPRD Adi Maryono dan Tugiman B. Semita di Ruang Paripurna. IDI Boyolali berharap wakil rakyat melanjutkan aspirasi mereka agar DPR RI merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter .

Juru bicara aksi, Zulfrida, menjelaskan saat ini masih ada 80 masalah pada pelayanan kesehatan tingkat primer. Untuk mengatasi 80 masalah tersebut, pemerintah membuat terobosan dengan mendirikan program studi DLP.

“Bagi IDI, langkah ini tidak tepat karena justru menambah masalah, yakni menambah biaya pendidikan dan akan menimbulkan konflik kepentingan di sisi pelayanan kesehatan,” kata Zulfrida.

Menurut dia, pemerintah tidak bisa membebankan penyelesaian 80 masalah pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan primer hanya kepada dokter umum. “Seolah-olah masalahnya hanya karena dokter umum tidak kompeten. Ini tidak fair.”

Masih banyak sumber masalah lain yang harus diperhatikan pemerintah yakni rendahnya anggaran kesehatan nasional yang masih di bawah 5% dan minimnya sarana prasarana kesehatan. Harusnya pemerintah memberikan porsi anggaran lebih besar untuk pendidikan kedokteran agar tidak ada komersialisasi pendidikan kedokteran dan semua lapisan masyarakat bisa mengakses pendidikan kedokteran.

Ketua IDI Boyolali, Syamsudin, mengakui biaya pendidikan kedokteran di Indonesia saat ini sangat mahal. Hanya masyarakat golongan atas yang bisa mengakses pendidikan semahal kedokteran.

“Dengan munculnya program DLP, tidak menutup kemungkinan biaya pendidikan kedokteran akan semakin tinggi bahkan komersialisasi pendidikan kedokteran akan lebih menggila,” ujar Syamsudin.

Seperti diketahui, dalam kebijakan ini program DLP memaksa dokter umum untuk mengikuti pendidikan lagi agar bisa setara dengan dokter spesialis.

“Ini sangat tidak bijak. Program DLP ini kami perkirakan hanya bisa menyelesaikan 10 sampai 20 masalah dari 80 masalah di pelayanan primer,” kata Humas IDI Boyolali, Anton Christanto.

Dari 204 dokter di Boyolali, 170 dokter adalah dokter umum. Ketua DPRD Boyolali, S. Paryanto, siap melanjutkan aspirasi para dokter itu ke DPR RI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya