SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Tiga warga Boyolali meninggal dunia akibat penyakit leptospirosis dalam kurun waktu 1,5 bulan terakhir.

Solopos.com, BOYOLALI — Enam warga Boyolali terdeteksi mengidap leptospirosis dalam kurun waktu Januari-pertengahan Februari 2018. Tiga warga di antaranya meninggal dunia.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Jumlah kasus penyakit yang disebabkan bakteri leptospira ini juga cukup tinggi pada tahun sebelumnya. “Iya, awal tahun ini sudah ada enam kasus leptospirosis dan tiga orang di antaranya meninggal dunia,” ungkap Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali, Sherly Jeanne Kilapong, saat ditemui wartawan di kantornya, Senin (19/2/2018).

Menurutnya, para korban penyakit akibat bakteri yang dibawa kencing tikus tersebut berasal dari wilayah Ngemplak dan Banyudono. Sedangkan penderita lainnya dari Nogosari, Andong, dan Musuk.

Menurutnya, angka kematian ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan jumlah kasusnya. “Memang tinggi karena separuh dari penderitanya meninggal dunia dan dalam periode yang relatif pendek, kurang dari dua bulan. Kemungkinan meninggalnya korban karena keterlambatan penanganan akibat terlambat diperiksanakan atau karena akurasi penanganan,” imbuhnya.

Dia mengakui salah satu gejala leptospirosis ini mirip dengan flu atau demam berdarah dengue (DBD), yakni penderita mengalami demam, sehingga kerap diabaikan. “Gejala yang paling sering itu nyeri di betis dan demam. Tapi mungkin yang paling dirasa demamnya oleh keluarga penderita dikira flu biasa sehingga tak segera dibawa ke pusat pelayanan kesehatan. Atau mungkin pasien ditangani seperti DBD, sehingga tidak segera diberi antibiotik dan akhirnya terlambat dan meninggal,” papar Sherly.

Mengenai penularannya, Sherly mengatakan bisa dimungkinkan melalui makanan yang sudah terkena kencing tikus kemudian dikonsumsi. Bisa juga kencing tikus langsung mengenai luka atau melalui air.

“Misalnya orang ada luka dan kemudian masuk ke sawah atau saluran air yang ada bakterinya. Sebenarnya kalau kulit utuh [bakteri leptospira] tidak bisa nembus ke tubuh,” terangnya.

Sementara itu, berdasarkan data dari Dinkes, jumlah kasus leptospirosis pada 2017 cukup menonjol. Dari 34 kasus, 9 orang di antaranya meninggal dunia. Angka kasus 2017 ini meningkat drastis dibandingkan 2016 dengan 7 kasus dan tidak ada korban jiwa.

Pada 2015, terdapat 17 kasus leptospirosis dengan jumlah korban meninggal dunia 4 orang, sedangkan 2014 terjadi 19 kasus dan 7 orang meninggal dunia.

Pada 2013 terdapat 4 kasus dan 3 orang meninggal dunia sementara pada 2012 ditemukan 3 kasus dan satu orang di antaranya meninggal dunia. Total sejak 2012 hingga saat ini telah terjadi 90 kasus warga yang terkena penyakit leptospirosis di Boyolali dan 27 di antaranya meninggal dunia.

“Yang kami lakukan saat ini penanganan ke pasien, sosialisasi kepada petugas kesehatan dan meningkatkan surveilans. Kami juga mengibau masyarakat menjaga kebersihan lingkungan. Perilaku hidup sehat dan bersih yang harus ditingkatkan,” imbaunya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya