SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Penyakit leptospirosis kembali memakan korban jiwa di Boyolali.

Solopos.com, BOYOLALI — Penyakit leptospirosis kembali memakan korban jiwa warga Boyolali. Seorang warga Dukuh Tompen, Desa Bangak, Kecamatan Banyudono, Narto Mulyono, 41, meninggal dunia akibat penyakit yang ditularkan lewat air kencing tikus itu, Sabtu (24/2/2018).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Narto Mulyono meninggal dunia setelah mengalami gejala demam, sesak napas, dan gagal ginjal. Istri Narto, Jaminah, 33, saat ditemui wartawan di rumahnya, Senin (26/2/2018) mengungkapkan suaminya mengalami sesak napas dan demam pada Kamis (22/2/2018).

Narto diperiksakan ke dokter di Banyudono namun tidak membaik sehingga dibawa ke sebuah rumah sakit di Sambi. Dari Sambi, dia dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Arang (RSUDPA) Boyolali, Jumat (23/2/2018). Namun pada Sabtu dini hari, ayah dua anak ini meninggal dunia di rumah sakit itu. (Baca: 3 Nyawa Melayang akibat Leptospirosis di Boyolali)

“Suami saya kena penyakit yang dibawa kencing tikus [leptospirosis] sampai ginjalnya kena. Belum sempat cuci darah sudah meninggal,” kenangnya.

Narto dan Jaminah selama ini bekerja sebagai pedagang daging ayam. Aktivitas mereka membeli ayam di peternakan untuk disembelih dan dibersihkan bulunya untuk dijual ke pedagang ayam goreng. “Setiap hari kami kerjanya menjual ayam. Suami saya memang ada luka gatal di kaki,” imbuhnya.

Terpisah, Direktur Utama RSUPA Boyolali Siti Nur Rohmah saat ditemui wartawan hanya mengatakan ada tiga pasien leptospirosis yang dirawat di rumah sakit tersebut. “Kami hanya bisa memnginformasikan sejak Februari ada tiga pasien leptospirosis yang dirawat di sini. Satu orang pulang, satu orang pulang paksa [keinginan keluarga], dan satu lagi meninggal dunia,” ujarnya.

Dengan demikian, jumlah korban meninggal dunia akibat leptospirosis di Boyolali selama Januari-Februari tahun ini sudah mencapai empat orang dari delapan kasus yang dilaporkan. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali Ratri S. Survivalina mengakui angka kematian ini cukup tinggi jika dilihat dari angka kasusnya. (Baca: Waspada, Leptospirosis Juga Menjangkiti Ternak di Ngemplak)

“Pada 2017 ada 34 kasus, sembilan orang di antaranya meninggal dunia,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Senin.

Dia menambahkan tingginya angka kematian ini bisa disebabkan beberapa hal antara lain kondisi fisik pasien yang tidak bagus dan lambatnya penanganan penyakit tersebut. Selain itu, ketepatan tenaga medis dalam mendiagnosis penyakit yang disebabkan bakteri leptospira ini juga bisa menyebabkan keterlambatan penanganan.

“Mungkin petugas di faskes [fasilitas kesehatan] kurang tanggap terhadap penyakit ini. Karena memang gejala awal penyakit ini mirip dengan gejala flu seperti demam sehingga tata cara penanganannya pun seperti pengobatan penyakit flu,” imbuhnya.

Karenanya, dalam waktu dekat Dinkes akan mengumpulkan tenaga medis di faskes-faskes untuk meningkatkan pemahaman atas penyakit tersebut. Selain itu, untuk mencegah meluasnya penyakit yang ditularkan melalui kencing tikus itu, Dinkes akan mengintensifkan kegiatan surveilans di daerah-daerah yang terdapat korban jiwa.

Sebagai informasi, bakteri penyebab penyakit ini bisa masuk ke tubuh manusia melalui oral, misalnya melalui makanan yang terkontaminasi kencing tikus yang berbakteri leptospira. Selain itu, bakteri juga bisa masuk ke tubuh melalui luka terbuka.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya