SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Antara)

SURABAYA – Tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya menilai penggunaan material FCD-60 (ferro cast dist) atau besi cor/tuang menyebabkan Jembatan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, runtuh pada 26 November 2011.

Promosi BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun, ke Depan Lebih Fokus Hadapi Tantangan Domestik

“FCD-60 itu merupakan material yang tidak boleh digunakan pada jembatan kabel gantung, kecuali FCD-40, tapi bahan itu pun hanya pelengkap,” kata anggota tim ITS Prof Ir Priyo Suprobo DEA di Surabaya, Kamis (12/1/2012). Ia mengemukakan hal itu terkait hasil investigasi akademis yang dilakukan Tim-11 bentukan Kementerian PU yang melibatkan ITS, ITB, UGM, UI, BPPT, dan Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia.

“Kami dibentuk sebagai tim independen, karena kami hanya mengkaji secara akademis selama 30 hari dan hasilnya sudah kami laporkan kepada Menteri PU pada 10 Januari 2012,” katanya. Didampingi anggota tim dari ITS lainnya Ir Hidayat MT (Dekan FTSP ITS), ia menjelaskan penyebab runtuhnya jembatan sebenarnya bersifat akumulasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pemeliharaan.

“Runtuhnya jembatan itu dipicu putusnya hanger (tali gantung vertikal-red) nomer 13, akibat proses jacking (pengangkatan-red) bentang jembatan 10 centimeter,” katanya. Menurut dia, proses jacking itu menyebabkan clamp atau alat pengait hanger pada tali gantung horisontal yang terbuat dari FCD-60 pecah. “Clamp itu pecah saat terjadi jacking,” katanya.

Setelah itu, kata mantan Rektor ITS itu, putusnya hanger nomer 13 itu menyebabkan efek domino yang membuat seluruh hanger di bagian tengah jembatan kabel gantung ketiga di Indonesia itu pun ambruk dalam 20 detik. “Jadi, kalau saat perencanaan tidak menggunakan FCD-60 yang mudah keropos, tapi justru menggunakan besi baja, maka jembatan tidak akan runtuh. Kami tidak menyalahkan perencana, karena hal itu akibat ketidaktahuan tentang FCD-60, apalagi konsultan dari Jepang juga mendiamkan,” katanya.

Selain itu, katanya, hal itu juga tidak akan terjadi jika saat pelaksanaan ada uji material, sehingga akan diketahui kalau FCD-60 mudah keropos. “Juga, penyetelan camber (naik-turun) jembatan dilakukan melalui kajian rutin, sehingga saat pemeliharaan akan menemukan perubahan bentuk jembatan. Selain itu, saat pemeliharaan seharusnya tidak boleh ada kendaraan lalu lalang di atas jembatan,” katanya.

Namun, katanya, hal itu merupakan pengalaman berharga, karena anak bangsa masih berpengalaman membuat tiga jembatan kabel gantung yakni Kutai Kartanegara (510 meter), Membrano (240 meter), dan Barito (235 meter). “Ke depan, pembangunan jembatan kabel gantung harus menggunakan material yang kuat dan ada kajian rutin dan ketat untuk proses pemeliharaan, tapi jangan sampai kasus Kutai Kartanegara membuat anak bangsa menjadi gamang untuk membangun jembatan kabel gantung,” katanya.

JIBI/SOLOPOS/Ant

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya