SOLOPOS.COM - Sejumlah anggota Brimob Polda Jawa Tengah sedang membersihkan puing-puing rumah yang telah dibakar massa di Desa Balinuraga Kecamatan Waypanji, Lampung Selatan. Jumat (2/11/2012). Ribuan aparat gabungan TNI dan Polri dikerahkan untuk membantu membersihkan sisa kerusuhan di daerah itu. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Sejumlah anggota Brimob Polda Jawa Tengah sedang membersihkan puing-puing rumah yang telah dibakar massa di Desa Balinuraga Kecamatan Waypanji, Lampung Selatan. Jumat (2/11/2012). Ribuan aparat gabungan TNI dan Polri dikerahkan untuk membantu membersihkan sisa kerusuhan di daerah itu. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

JAKARTA – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendorong disediakannya mekanisme pemulihan hak-hak korban dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan, serta mengutamakan pendekatan kultural dan antropologis guna mencegah berulangnya konflik.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan koalisi masyarakat sipil menyayangkan adanya bentrok warga yang terjadi di Desa Balinuraga Kecamatan Waypanji, Lampung Selatan, Provinsi Lampung sehingga menimbulkan korban jiwa, korban luka-luka hingga rusaknya aset personal serta umum pada akhir Oktober lalu. Dalam catatan pemantauan Kontras, sepanjang 2012 bahkan sudah terjadi tiga kali peristiwa ketegangan sosial antara masyarakat setempat dengan warga pendatang. Dua bentrokan warga yang terjadi di antaranya adalah di Desa Sidomulyo (Januari) dan Desa Jabung (September), dipicu oleh persoalan sehari-hari, termasuk urusan terlanggarnya norma sosial dan kriminalitas.

Ekspedisi Mudik 2024

Haris memaparkan isu sentimen lokal, dikombinasikan dengan disparitas ketidakadilan akses sosial, ekonomi dan politik, lemahnya penegakan hukum menjadi rangkaian kendala yang menyebabkan lambannya penanganan konflik sosial. Selain itu, sambungnya, juga berpeluang untuk menyulut letupan-letupan serupa di daerah beberapa daerah lainnya.

“Kami tetap mendorong lahirnya pendekatan kultural-sosiologis dan antropologis dan menyediakan mekanisme pemulihan hak-hak korban untuk diprioritaskan dalam agenda resolusi konflik di Lampung Selatan dan kasus-kasus serupa lainnya,” kata Haris dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (2/11/2012). “Melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama yang bisa mengarusutamakan agenda pluralisme dan toleransi sosial juga amat penting untuk diikutsertakan.”

Kontras menilai indikasi potensi konflik sebenarnya dapat dikelola apabila otoritas sipil lokal seperti gubernur, bupati, walikota dan melibatkan struktur sosial lainnya bisa menggunakan pendekatan-pendekatan kultural sosiologis dan antropologis diikuti dengan upaya-upaya preventif dan dialogis dari para penegak hukum. Aparat kepolisian dalam hal ini juga, kata Haris, memiliki fungsi-fungsi preemtif dan preventif yang melekat pada kewenangan dan tanggung jawabnya.

Haris menuturkan di level akuntabilitas dan penegakan hukum, pihaknya mendorong Polri untuk tetap menjaga profesionalitasnya, khususnya dalam menjalankan fungsi deteksi dini yang diikuti agenda pencegahan, dengan mengaktifkan pemolisian masyarakat dan fungsi Bimbingan Masyarakat yang juga bisa berkontribusi dalam agenda resolusi konflik. Tak hanya itu, melainkan juga memperkuat agenda penegakan hukum untuk menindak pihak-pihak yang telah melanggar hukum.

“Preseden harus tetap menempatkan Polri sebagai otoritas keamanan dan pemegang kendali pemulihan maupun penanganan konflik sosial,” kata Haris. “Pelibatan TNI dalam penanganan konflik sosial tetap harus tunduk pada otoritas sipil dan agenda penegakan hukum yang berlaku sah di mata konstitusi.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya