SOLOPOS.COM - Rumah siswa SMKN 7 Semarang yang tidak naik kelas karena menolak mengikuti praktik salat dalam pelajaran Agama Islam, Zulfa Nur Rahman, di Jaten I RT 001/RW 008, Pedurungan Tengah, Pedurungan, Kota Semarang tampak lengang, Kamis (28/7/2016). (Imam Yuda Saputra/JIBI/Semarangpos.com)

Kerukunan umat beragama terancam terkoyak gara-gara insan pendidik di Semarang tak mengakomodasi siswanya yang menganut aliran penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Semarangpos.com, SEMARANG — Setelah dikabarkan tidak naik kelas karena menolak mengikuti praktik salat dalam pelajaran Agama Islam, rumah siswa SMKN 7 Semarang, Zulfa Nur Rahman, 17, di Kampung Jaten I RT 001/RW 008, Pedurungan Tengah, Pedurungan, ramai disambangi belasan tamu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Salah seorang tetangga Zulfa, Imam Mizamil, 34, Kamis (28/7/2016), mengaku sejak pagi hari, banyak tamu yang datang menemui Zulfa dan orang tuanya, Taswidi. Meski demikian, Imam tidak tahu menahu dari mana para tamu itu berasal.

“Dari tadi pagi sampai siang sekitar pukul 12.00 WIB banyak tamu yang datang. Ada yang mengendarai mobil, ada juga yang menggunakan motor,” ujar Imam saat dijumpai Semarangpos.com di rumahnya, Kamis.

Ekspedisi Mudik 2024

Zulfa merupakan siswa SMKN 7 Semarang yang diputuskan tidak naik ke kelas XII karena dianggap membangkang karena tidak mau mengikuti praktik salat yang merupakan syarat kelulusan pelajaran Agama Islam. Sikap tidak menjalankan praktik salat itu diambil Zulfa karena Agama Islam bukanlah keyakinannya penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Remaja penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu mengikuti pelajaran Agama Islam sesuai agama yang tertulis dalam kartu keluarganya karena sekolah mewajibkan siswa setempat memilih satu dari enam mata peklajaran Agama yang diakomodasi. Semula kelulusan dalam mata pelajaran itu hanya meliputi teori, sehingga Zulfa yang cukup cerdas pun lolos.

Di pengujung kelas XI, mata pelajaran Agama Islam mewajibkan praktik salat untuk dianggap lulus. Atas persyaratan itu, Zulfa menolak. Ia mengambil risiko tidak naik kelas demi menjalankan keyakinannya. Langkah Zulfa itu menyentak kerukunan umat beragama di Semarang, sekaligus memukul dunia pendidikan Indonesia yang tak mengakomodasi kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Kendati rumah Zulfa disebutkan tetangga cukup ramai setelah kabar perlawanan Zulfa terhadap keterkungkungan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di sekolah-sekolah Indonesia itu tersebar, Zulfa dan orang tuanya tidak ada di rumah kala Semarangpos.com mencoba menemui mereka. Rumah mereka tampak kosong, meski beberapa sajian untuk tamu masih berserakan di meja yang berada di teras halaman depan.

“Tadi ada kok. Wong, tadi banyak tamu yang datang dan ditemui Zulfa sama orang tuanya. Bahkan, Zulfa sempat menegur saya. Mungkin, mereka baru saja pergi atau tidak mau ditemui,” imbuh Imam.

Imam mengaku banyaknya tamu yang datang itu menjadi pemandangan yang tidak lazim. Kondisi itu tak lain karena selama ini keluarga Zulfa termasuk tertutup, sehingga jarang ada kerabat yang datang.

“Kalau keluarganya selama ini tertutup. Ayahnya yang berprofesi sebagai pembuat rempeyek sering ada di rumah. Begitu juga dengan istrinya. Kalau anaknya [Zulfa] juga sama. Jarang bergaul dengan anak-anak sebayanya di kampung,” tutur Imam.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya