SOLOPOS.COM - Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Jawa Tengah (Jateng) Ahmad Zaid (tengah), memimpin mediasi antara pengajar SMKN 7 Semarang dengan keluarga Zulfa Nur Rahman di Kantor Ombudsman Jateng, Semarang, Jumat (29/7/2016). Zulfa merupakan siswa yang diputuskan tidak naik kelas karena menolak mengikuti praktik salat dalam pelajaran Agama Islam. (Imam Yuda/JIBI/Semarangpos.com)

Kerukunan umat beragama di Kota Semarang coba dijaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Jateng dengan mencarikan solusi bagi siswa SMKN 7 Kota Semarang penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Semarangpos.com, SEMARANG — Permasalahan antara siswa SMK Negeri 7 Kota Semarang, Zulfa Nur Rahman, 17, yang menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan pihak sekolah tak menemui titik temu. Mediasi antara keluarga Zulfa dan SMAN 7 Semarang yang dilakukan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah di Kantor ORI Jateng, Semarang, Jumat (29/7/2016), tak berhasil menemukan kesepakatan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Meski demikian, Kepala ORI Jateng, Ahmad Zaid, optimistis kasus Zulfa itu bisa terselesaikan secepatnya. Penyelesaian itu akan tercapai seusai Ombudsman Jateng menggelar rapat koordinasi dengan para stakeholder yang berwenang, seperti Dinas Pendidikan Kota Semarang, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng, Dewan Pendidikan Kota Semarang, serta para pemerhati pendidikan. “Dalam pertemuan itu kami akan cari solusinya. Pertemuan akan kami gelar secepatnya paling lambat awal pekan depan,” ujar Zaid kepada wartawan seusai memimpin mediasi, Jumat.

Permasalahan antara Zulfa dan pihak SMK Negeri 7 terjadi menyusul keputusan sekolah yang tidak menaikan siswa tersebut ke kelas XII karena tidak mau mengikuti ujian praktik Agama Islam. Zulfa menolak mengikuti ujian itu karena dinilai tidak sesuai dengan keyakinannya yang mengikuti aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Terkait masalah yang merongrong kerukunan umat beragama Kota Semarang itu, Zaid mengakui cukup rumit untuk diselesaikan. Kondisi itu tak lain karena pihak sekolah berhak mengambil keputusan untuk tidak menaikan kelas Zulfa karena nilai pelajatan Agamanya kosong. Keputusan itu diambil pihak sekolah karena berdasar data yang dimiliki Zulfa beragama Islam dan wajib mengikuti pelajaran Agama sesuai data yang tercantum.

“Data itu berdasar KK [kartu keluarga] milik Zulfa yang lama. KK yang baru, statusnya memang sudah berubah dari memeluk agama Islam menjadi tanda setrip [-]. Tapi data terbaru itu belum diberikan ke sekolah,” tutur Zaid.

Di sisi lain, Zaid juga tak bisa menyalahkan Zulfa yang membangkang karena mempertahankan keyakinannya sebagai penganut penghayat kepercayaan. “Tadi memang ada usulan bagaimana jika Zulfa diberi pendidikan agama sesuai dengan alirannya. Nanti, tenaga pengajar dihadirkan dari tokoh kepercayaannya. Tapi, pihak sekolah tidak bisa menyetujui karena tidak sesuai dengan kurikulum pendidikan saat ini. Maka itu, solusinya nanti akan diputuskan setelah kami menggelar musyawarah dengan stakeholder [dinas-dinas] terkait,” imbuh Zaid.

Sementara itu, seusai mediasi itu Zulfa yang hadir bersama keluarganya enggan diwawancarai. Pihak aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mendampingi berdalih Zulfa belum mau memberikan pernyataan dan harus menenangkan diri terlebih dulu. “Jangan, anaknya butuh menenangkan diri. Kami memilih untuk no comment dulu atas masalah ini,” ujar salah satu aktivis LSM yang enggan disebutkan namanya.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya