SOLOPOS.COM - Logo Ombudsman (Youtube.com)

Kerukunan umat beragama yang terancam terkoyak gara-gara insan pendidik Semarang tak mengakomodasi kaum penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa coba dijembatani Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

Semarangpos.com, SEMARANG — Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Jawa Tengah bertindak cepat memediasi persoalan yang timbul antara SMK Negeri 7 Semarang dan siswa setempat yang menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Kami sudah mendatangi sekolah untuk klarifikasi. Sekolah juga sudah menunjukkan berkas-berkas yang dibutuhkan secara komplet,” kata Kepala ORI Perwakilan Jateng Ahmad Zaid di Semarang, Rabu (27/7/2016).

Hal itu diungkapkan Ahmad Zaid seusai meninjau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 7 Semarang untuk menindaklanjuti informasi adanya siswa di sekolah itu yang gagal naik kelas karena menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Zulfa Nur Rahman, siswa kelas XI SMK Negeri 7 Kota Semarang memilih menjadi martir karena kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa tak diakomodasi oleh sekolah negeri itu. Remaja berusia 17 tahun itu memilih tinggal kelas demi menolak praktik salat dalam pelajaran Agama Islam yang wajib diikutinya.

Menurut Zaid, sekolah mendasarkan pilihan agama Islam bagi Zulfa Nur Rahman pada data yang disertakannya saat pendaftaran peserta didik (PPD) online 2014 dan berkas-berkas yang ia kumpulkan, di antaranya kartu keluarga (KK). “Dari data PPD 2014, siswa itu mencantumkan beragama Islam, demikian pula yang tertera di fotokopi KK yang dikumpulkan ke sekolah. Dari situ, sekolah memberikan pelajaran pendidikan Agama Islam,” katanya.

Namun, di tengah perjalanan, yakni saat Zulfa Nur Rahman hendak naik ke kelas XII, kata dia, siswa tersebut tidak mau mengikuti pendidikan Agama Islam yang mengharuskan praktik karena yang bersangkutan penghayat kepercayaan. “Yang jelas, siswa itu tidak boleh dipaksa. Sekolah, dalam hal ini juga tidak melakukan pemaksaan. Namun, kurikulum pendidikan saat ini memang hanya memfasilitasi pendidikan enam agama,” katanya.

Meski demikian, Zaid mengatakan masa depan siswa tersebut masih panjang sehingga perlu dicarikan solusi yang terbaik agar siswa tersebut bisa tetap melanjutkan pendidikan yang menjadi haknya. Jika siswa tersebut pindah sekolah pun, tutur dia, akan tetap menemui persoalan serupa saat kenaikan kelas, mengingat kurikulum hanya memfasilitasi pendidikan enam agama yang diakui pemerintah.

“Makanya, kami akan membantu memediasi antara orang tua siswa dan sekolah. Rencananya, pada Jumat [29/7/2016] mendatang di Kantor ORI Perwakilan Jateng. Harus dicari solusi yang terbaik,” katanya.

Di sisi lain, Zaid mengaku persoalan itu memang dilematis, mengingat aliran kepercayaan juga diakui pemerintah secara legal, namun kurikulum pendidikan tidak memfasilitasi pendidikan aliran kepercayaan. “Ada ratusan aliran kepercayaan di Indonesia, beberapa di antaranya sudah terdaftar secara legal. Namun, pendidikan untuk penganut aliran kepercayaan belum ada dalam kurikulum pendidikan,” katanya.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya