SOLOPOS.COM - Lontong cap go meh karya kuliner hasil akulturasi budaya etnis Tionghoa dan budaya lokal Nusantara, seperti halnya tahu, kecap, dan bakmi. (JIBI/Solopos/Antara/Prasetia Fauzani)

Kerukunan umat beragama diuji sejumlah aktivis ormas Islam di Kota Semarang.

Semarangpos.com, SEMARANG — Perayaan Cap Go Meh bertajuk Pelangi Merajut Nusantara yang dijadwalkan di halaman Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang, Minggu (19/2/2017), mendadak dibatalkan. Sejumlah aktivis organisasi kemasyarakatan (ormas) mendatangi pengelola MAJT menolak kegiatan budaya itu digelar di halaman masjid itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dengan mengabaikan fungsi dasar masjid sebagai pusat peradaban manusia di samping fungsi utamanya sebagai tempat ibadah, pengelola MAJT mengamini kehendak aktivis ormas yang mendatangi mereka. Sayangnya, Kantor Berita Antara sebagai sumber pemberitaan nasional di Indonesia tak secara transparan pihak-pihak yang menentang adanya kegiatan yang sifatnya mengeratkan hubungan antara manusia dengan manusia lainnya itu di masjid.

Penelisikan Semarangpos.com di sejumlah laman web islami seperti CNN Indonesia, Arrahmah, dan Hidayatullah baru menjawab pertanyaan tersebut. Dipaparkan Arrahmah bahwa aktivis-aktivis ormas Islam yang mendatangi pengelola MAJT untuk menolak perayaan Cap Go Meh di halaman MAJT itu berasal dari Pemuda Muhammadiyah Semarang, Hizbuttahrir Indonesia, Pemuda Ka’bah, Forum Umat Islam Semarang, dan Front Pembela Islam Jawa Tengah.

Mereka, Jumat (17/2/2017) lalu, menurut Arrahmah bukanlah mengajak pengelola MAJT berdialog, melainkan mendatangi Kantor Kepolisian Daerah Jawa Tengah, untuk audiensi. Hasil dari audiensi di Mapolda Jateng itulah yang menurut CNN Indonesia membuat pengelola MAJT mengusir secara sepihak penyelenggaraan perayaan Cap Go Meh dan Dialog Budaya di halaman parkir MAJT.

Dengan kata lain, jika Kantor Berita Antara menyebut pengelola MAJT-lah yang tak becus meluruskan persepsi para aktivis ormas Islam bahwa perayaan Cap Go Meh dan dialog budaya itu adalah acara budaya dan bukan acara ritual, maka Arrahman dan CNN Indonesia justru membongkar fakta bahwa pengusiran perayaan Cap Go Meh dari MAJT itu akibat polisi yang tak mampu meluruskan persepsi keliru aktivis ormas Islam. Akibat persepsi keliru itu, acara bertajuk Pelangi Merajut Nusantara itu terpaksa dipindahkan ke Balai Kota.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, penolakan beberapa aktivis ormas Islam atas perayaan Cap Go Meh di halaman MAJT dengan mengatasnamakan seluruh umat Islam Kota Salatiga itu didasarkan anggapan bahwa marwah masjid itu harus dijaga khusus untuk kegiatan ritual umat Islam. “Silakan Cap Go Meh digelar. Tapi yang penting jangan dilaksanakan di area masjid,” kata Ketua Pemuda Muhammadiyah Semarang Juma’i sebagaimana dikutip Arrahmah dari Tempo, Sabtu (18/2/2017).

Bahkan seiring dengan penolakan beberapa aktivis ormas Islam itu, beredar pula hoax atau berita bohong seolah-olah lontong Cap Go Meh yang disajikan warga etnik Tionghoa bercampur minyak babi. Hoax atau berita bohong itu seakan-akan menguji nalar warga muslim Kota Semarang untuk mengedepankan nalar dalam menjaga kerukunan umat beragama di wilayah ini.

Menanggapi anggapan keliru aktivis ormas Islam yang diamini polisi dan pengelola MAJT, Dosen Pascasarjana Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang yang juga Direktur Yayasan Lembaga Studi Sosial dan Agama (Elsa) Semarang menilai Semarang Tedi Kholiludin di Kota Semarang, Sabtu (18/2/2017), mengingatkan berdasarkan literatur kitab klasik, masjid sejak awalnya juga menjadi tempat bermusyawarah, berkegiatan warga, dan menyusun kekuatan perang. Fungsi sosial itu mendampingi fungsi ruang utama sebagai tempat ibadah.

“Jadi, harus dipahami bahwa dulu masjid itu pusat peradaban. Bisa dilihat dari berbagai aspek, seperti estetika arsitekturalnya, historisitas, dan fungsi-fungsi lain yang tidak terkait langsung dengan peribadatan, seperti ekonomi,” katanya.

Bahwa di dalam ruang utama masjid tetap sakral sebagai tempat beribadah berkaitan dengan fungsi vertikal, kata dia, tetapi di area sekitar masjid fungsi-fungsi horizontalnya muncul, seperti untuk kegiatan sosial dan ruang terbuka publik. Jadi, simpulnya, selama kegiatan yang dilakukan di area luar masjid tidak melanggar hukum dan berseberangan dengan fungsi sosial masyarakat, ia mengatakan sebenarnya tidak masalah, seperti ruang berinteraksi antarkelompok masyarakat, agama, dan budaya.

Sedangkan hoax yang disebar melalui grup aplikasi mengobrol dan media jejaring sosial jelas mengabaikan kenyataan bahwa selama bertahun-tahun kuliner atau karya dapur warga etnis Tionghoa telah berakulturasi dengan tradisi Nusantara. Sebelum lontong Cap Go Meh diracik tanpa bahan-bahan haram menurut Islam, kaum muslim telah akrab dengan tahu, kecap, bahkan bakso ataupun bakmi yang mestinya justru bercampur daging babi.

KLIK DI SINI untuk Berita Sebelumnya
KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya