SOLOPOS.COM - Ilustrasi keberagaman agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. (notthingham.com)

Kerukunan umat beragama di Jawa Tengah (Jateng) terancam terkoyak dengan banyaknya kasus intoleran.

Semarangpos.com, SEMARANG – Kasus inteloran yang mengancam kerukunan umat beragama masih banyak terjadi di Jawa Tengah (Jateng) sepanjang 2017 lalu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hasil penelitian Lembaga Studi Sosial dan Agama (Elsa) Kota Semarang menyebutkan setidaknya ada puluhan kasus pelanggaran kebebasan beragama yang terjadi di Jateng sepanjang 2017. Dari puluhan kasus itu, mayoritas pelanggaran terjadi pada penolakan kegiatan berbasis keagamaan.

“Pelanggaran toleransi masih didominasi kasus terorisme, kasus penolakan dan penghentian rumah ibadah, serta pembubaran kegiatan keagamaan,” ujar Koordianator Advokasi Elsa Semarang, Ceprudin, dalam siaran pers yang diterima Semarangpos.com, Rabu (10/1/2018).

Dalam penelitian Elsa itu menyebutkan penolakan rumah ibadah yang terjadi sepanjang 2017, antara lain penolakan kapel di Sukoharjo, Masjid Argom di Kota Pekalongan, penolakan GKI Mojosong, Jebres, Solo, dan Gereja Utusan Pantekosta di Colomadu, Karanganyar.

Elsa juga mencatat kasus penolakan serupa di 2016, namun hingga kini belum jelas penyelesaiannya, seperti GKJ Tanjung di Brebes, Gereja Injil di Sragen, Gereja Baptis Indonesia di Pemalang, GITJ di Jepara, GidI di Solo, GKJ Mejasem, Masjid Ahmadiyah di Kendal, Musala Ahmadiyah di Boyolali, dan perusakan sanggar Sapta Darma di Rembang.

Sementara itu, Elsa juga mencatat ada delapan kasus terorisme yang terjadi di Jateng sepanjang 2017. Dari berbagai kasus itu, sekitar 21 terduga teroris yang ditangkap.

“Mereka ditangkap di Jawa Tengah, tapi aksinya di berbagai daerah di Indonesia,” tambahnya.

Sementara penolakan kegiatan berbasis agama tercatat terjadi di sejumlah wilayah, seperti  penolakan kegiatan bedah buku di IAIN Solo, diskusi Dharma talk show di Sukoharjo, pengajian Assyura, perayaan cap gomeh, festival kuliner bertajuk Pork Festival di Semarang, pembubaran acara HTI, penolakan kegiatan Felix siaw, penolakan Gus Nur, deklarasi FPI di Semarang, penolakan Valentin Day, hingga penolakan aksi 1000 lilin.

Direktur Elsa Semarang, Tedi Kholiludin, mengatakan persoalan perusakan tempat ibadah menjadi catatan serius. Perusakan di berbagai tempat menunjukkan tren negatif kebebasan berekspresi.

“Semestinya, masyarakat bisa lebih terbuka untuk menerima perbedaan. Menerima perbedaan inilah yang disebut sebagai sebuah toleransi beragama,” tutur Tedi.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya