SOLOPOS.COM - Seorang warga tengah bekerja memugar Wihara Dhamma Gayasih dengan latar belakang Masjid Nglarangan, Dusun Nglarangan Desa Getas, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung. (Ponco Wiyono-Solopos.com).

Solopos.com, TEMANGGUNG – Sekian generasi hidup bersama dengan tenteram, warga Desa Getas, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah (Jateng), tidak merasa memiliki perbedaan meski agama mereka berlainan. Desa yang memiliki 33 tempat ibadah dari tiga agama ini bahkan sering ditunjuk Pemerintah Kabupaten Temanggung sebagai desa percontohan untuk program kerukunan umat beragama.

Kepala Desa Getas, Dwiyanto, mengatakan kerukunan di desanya sudah dibina jauh sebelum era pemerintahannya. Dengan sembilan masjid, enam musala, tujuh gereja, 11 wihara, keragaman Getas sangat terasa, namun tidak sampai menimbulkan gesekan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

”Kalau di internal itu lumrah jika ada perbedaan. Ini mengingat Kristen di sini ada lima macam dan Buddha dua macam. Tapi secara umum, Getas kondusif bagi semua agama,” jelas Dwiyanto, Senin (29/8/2022).

Sang kepala desa menambahkan, Getas baru saja menggelar pawai ta’aruf merayakan kelulusan pelajar Taman Pendidikan Alquran (TPA) setempat pada 21 Agustus lalu. Dalam kirab, warga beragama Buddha dan Kristen turut begabung menabuh alat musik bersama warga yang muslim.

”Semua warga ikut, penyelenggaranya Fatayat NU dan Muslimat. Ritual seperti nyadran juga tetap kami melibatkan umat Buddha dan Kristen. Di acara-acara resmi juga semua agama kami beri jatah memimpin doa. Pembukaan oleh agama Buddha, ketika makan doa oleh agama Islam dan mukadimah oleh Kristen,” ujarnya.

Baca juga: Potret Kerukunan Antarumat Beragama saat Iduladha di Masjid Istiqlal

Desa Getas di Temanggung ini memiliki 4.995 warga yang terbagi dalam sembilan dusun. Dua di antara dusun yang memiliki tempat ibadah dari tiga agama adalah Kemiri dan Porot. Plt Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Kaloran, Mad Faizin, mengatakan, Porot merupakan dusun yang dijadikan contoh potret kampung yang berhasil menjaga kerukunan antarumat beragama.

”Data tahun 2021, 5.704 penduduk kami adalah pemeluk Buddha. Getas ini terkenal sebagai negeri di atas awan yang penduduknya beragama, tapi mampu hidup kondusif bersama,” tuturnya.

Sementara di Dusun Ngarangan, tengah dilakukan pemugaran Wihara Dhamma Gayasih yang dikerjakan oleh jemaat bersama warga muslim. Yang menarik, wihara tersebut berada tidak lebih dari 10 meter dari Masjid Nglarangan yang berdiri di gang sebelah.

Baca juga: Menguak Peradaban Kuno di Situs Liyangan Purbasari Temanggung

”Kami terbiasa seperti ini, sejak kecil saling membantu tanpa melihat siapa dan apa agamanya. Bahkan 14 tahun saya jadi kepala desa, perangkat saya yang agamanya berlainan saja tidak pernah ada masalah,” kata kepala desa Dwiyanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya