SOLOPOS.COM - Anggaran program bantuan sosial PKH di Wonogiri sejak 2011 sampai 2017. (Whisnu Paksa/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SRAGEN -- Apa yang dilakukan seribuan warga Sragen ini layak dicontoh. Lantaran merasa mampu, 1.015 keluarga di Sragen mundur dari daftar penerima Program Keluarga Harapan (PKH).

Padahal, dengan menjadi penerima PKH, mereka bisa mendapatkan bantuan uang tunai dari pemerintah. Jumlah 1.015 keluarga itu merupakan akumulasi selama Januari-Mei 2020.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Seribuan keluarga yang mundur dari program PKH karena merasa sudah mampu itu ada yang bekerja sebagai penjual sayur, petani tebu, tukang kayu, penjual soto, dan seterusnya.

Meski PSBB, Pemprov Jatim Keluarkan Izin Salat Id di Masjid Agung Surabaya

Ekspedisi Mudik 2024

Dengan tambahan tersebut maka jumlah penerima PKH yang mundur dan graduasi karena tidak memiliki komponen PKH dan sudah sejahtera mencapai 3.945 keluarga.

Selama masa wabah virus corona atau Covid-19 (Maret-Mei), ada 202 keluarga yang mundur dari daftar penerima PKH. Mereka mundur di saat pemerintah menggelontorkan banyak bantuan untuk warga yang terdampak ekonomi karena wabah Covid-19.

Koordinator PKH Kabupaten Sragen, Nasrul Kurniawan, saat dihubungi Solopos,com, Sabtu (16/5/2020), menyampaikan selama Mei ada 45 keluarga yang mundur dari PKH.

Hukum Salat Memakai Masker, Bolehkah?

Dia mengatakan alasan mereka secara umum dari laporan pendamping PKH karena sudah mampu dan sudah mandiri. Padahal mereka ada yang bekerja sebagai pedagang, tukang bangunan, petani, dan wiraswasta.

“Mereka yang mundur ini sudah masuk program sejak 2011, 2016, 2018, dan ada yang baru masuk per 2020. Mereka dari wilayah Kecamatan Gondang, Ngrampal, dan Sukodono,” ujar dia.

Banyak yang Membutuhkan

Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, bersyukur dengan banyaknya keluarga yang keluar dari daftar penerima PKH.

Dia mengatakan mereka berarti memahami dan menyadari bila sudah mampu dan masih banyak yang membutuhkan program bantuan tersebut.

Istri Kedua Tanggapi Wacana Patung Didi Kempot di Stasiun Solo Balapan

Yuni, sapaan akrabnya, saat berkunjung ke desa sempat mendapat pertanyaan terkait bantuan langsung tunai (BLT) dari dana desa (DD). Dia mengatakan ternyata BLT DD itu tidak mampu menjaring semua warga tidak mampu di desa.

Ada RT yang hanya mendapat kuota BLT DD enam orang, padahal potensi penerimanya ada 12 keluarga.

“Ada RT yang mengusulkan supaya dibabarkan [dibagi rata]. Bantuan itu kan Rp600.000/bulan untuk tiga bulan. Biar babar maka dibagi dua orang, jadi Rp300.000/keluarga. Saya tanya caranya bagaimana? Ternyata yang menerima ditanyai kalau mau dibabar dapat BLT kalau tidak mau tidak dicatat. Lalu saya sampaikan tetap tidak boleh. BLT tidak boleh dibagi rata atau dibabarkan karena setelah Covid-19 selesai akan diaudit. Kalau ada kesalahan yang kena Pak RT. Akhirnya, mereka bisa mengerti,” kata Yuni saat ditemui wartawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya