SOLOPOS.COM - Ilustrasi dekorasi pernikahan. (Freepik)

Solopos.com, SOLO — Menggelar hajatan di bulan Suro dalam kalender Jawa adalah suatu hal yang dilarang. Menurut mitos yang berkembang, hal itu akan menimbulkan bencana jika dilanggar.

Meskipun demikian, tidak semuaa orang meyakini mitos tersebut. Menanggapi hal itu, budayawan Ahmad Tohari mengajak seluruh lapisan masyarakat khususnya warga Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, untuk menghormati larangan menggelar hajatan di bulan Sura pada kalender Jawa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Menurut saya, itu [larangan hajatan di bulan Sura] harus dihormati. Namanya kepercayaan itu kan hak semua orang untuk meyakini sesuatu, jadi harus kita hargai,” katanya sebagaimana dilansir Antara, Senin (1/8/2022).

Penulis novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk itu mengakui, orang yang fanatik terhadap adat dan budaya Jawa tidak akan menggelar hajatan pada bulan Suro.

Dalam hal ini, mereka berkeyakinan akan menghadapi kesulitan di kemudian hari jika nekat melanggar pantangan tersebut.

“Saya sebagai budayawan menganjurkan itu dihargai karena keyakinan itu tidak bisa diotak-atik, tidak bisa disalah-salahkan, ‘lha wong‘ keyakinannya begitu,” kata budayawan asal Banyumas yang akrab disapa Kang Tohari itu.

Baca juga : Unik! Petilasan Sunan Kalijaga dan Asale Dukuh Sepi Cawas Klaten

Sebaliknya, kata dia, bagi masyarakat yang menganggap bulan Sura seperti bulan puasa juga tidak boleh diganggu.

“Kita ini yang menganggap bulan Sura itu seperti bulan puasa. Seperti keyakinan saya, itu juga enggak boleh diganggu gugat, ‘wong’ itu keyakinan saya,” katanya menegaskan.

Oleh karena itu, kata dia, tidak perlu ada semacam perselisihan tentang kepercayaan larangan menggelar hajatan pada bulan Suro.

Terkait dengan hal itu, pihaknya mengajak semua pihak untuk menghargai atau bertoleransi terhadap adat yang berkembang di masyarakat Jawa.

Baca juga : Klasemen Medali Sementara APG 2022, Indonesia Langsung ke Puncak

Tragedi Karbala

Kang Tohari mengatakan, larangan menggelar hajatan di bulan Suro itu kemungkinan berkaitan dengan tragedi Karbala. Peristiwa itu menewaskan cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib.

Husein meninggal dalam perang melawan tentara Yazid bin Muawiyah dari Dinasti Umayyah yang terjadi di dekat Sungai Efrat, 10 Muharram 61 Hijriyah atau 10 Ojtover 680 Masehi.

“Sisi baik di bulan Sura juga banyak. Tapi bagi orang Jawa yang menghindari hajatan di bulan Sura mungkin karena tahu kalau pada bulan Muharam ada peristiwa mengerikan yang menewaskan Hasan dan Husen di Padang Karbala,” katanya.

Dengan demikian, dia menduga larangan menggelar hajatan pada bulan Sura itu muncul sebagai bentuk penghormatan atas meninggalnya dua cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW meskipun sebenarnya dasar pertimbangan atau penghitungan kalender Jawa berbeda dengan kalender Hijriah.

“Pasti berbeda pertimbangannya, cuma kebetulan [bulan Sura dan Muharam] sama, jadi disakralkan,” kata Kang Tohari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya