SOLOPOS.COM - Ilustrasi mengajari anak puasa. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO — Dalam banyak riwayat dijelaskan bahwa puasa memiliki beberapa keistimewaan dibanding ibadah-ibadah pada umumnya.

Salah satu hadis yang menjelaskan kelebihan puasa dibanding ibadah lainnya adalah hadis qudsi yang artinya, “Semua amal perbuatan anak Adam -yakni manusia- itu adalah untuknya, melainkan berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasan dengannya.”

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Secara substansi hadis qudsi tersebut ingin menyampaikan bahwa ibadah puasa memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah swt.

Kata “untuk-Ku” adalah bentuk penyandaran ibadah puasa kepada Allah swt yang menunjukkan betapa puasa merupakan ibadah yang memiliki kedudukan lebih dibanding ibadah lainnya.

Dalam beberapa hal, penyandaran sesuatu kepada Allah swt juga terjadi. Seperti kata Ka’bah yang memiliki nama lain Baitullah (rumah Alllah).

Kata “bait” disandarkan pada kata Allah. Ini menunjukkan bahwa Ka’bah merupakan tempat yang memiliki kedudukan tinggi dibanding tempat-tempat lainnya.

Baca Juga: Semarak Ramadan Kota Solo, Warga: Hiburan Setelah Seharian Berpuasa

Dari hadis tersebut, ada satu hal yang perlu kita garis bawahi yaitu kalimat “karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasan dengannya”.

Kalau kita cermati, pasti muncul sebuah pertanyaan besar; bukankah semua ibadah itu akan dibalas oleh Allah swt? Lalu mengapa dalam hadis itu seolah hanya puasa yang langsung dibalas oleh-Nya? Seolah menegasikan ibadah-ibadah yang lainnya.

Muhammad Abror, pengasuh Madrasah Baca Kitab yang juga alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, menjelaskan para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan hadis tersebut.

“Mengapa puasa memiliki keistimewaan di sisi Allah swt dibanding amal ibadah lainnya? Berikut beberapa pendapat di antaranya,” ujarnya, dilansir islam.nu.or.id, Kamis (7/4/2022).

Pertama, puasa adalah ibadah yang tidak bisa terjerumus dalam riya (pamer). Hal ini sesuai sabda Rasulullah saw yang artinya, “Pada puasa tidak ada sifat riya [pamer].”

Puasa merupakan ibadah yang bersifat abstrak. Artinya ibadah puasa tidak memiliki gerakan yang bisa membedakan antara orang yang sedang berpuasa dengan yang tidak.

Baca Juga: Perlu Ditiru! Ini Cara Anak-Anak di Semarang Tunggu Waktu Buka Puasa

Sebagai contoh saja, misalkan ada dua orang sedang berjalan beriringan. Yang satu berpuasa dan yang satu lagi tidak. Apakah kita bisa membedakan mana yang puasa dan mana yang tidak? Sulit, bukan? Berbeda dengan ibadah lainnya.

Seperti salat, haji, zakat dan lainnya. Antara orang yang sedang salat dengan yang tidak, bisa kita bedakan dengan mudah, karena salat bisa dilihat dengan gerakan yang bisa membedakan mana yang sedang salat dan mana yang bukan.

Antara orang yang sedang melaksanakan haji dengan yang tidak juga demikian, karena haji memiliki gerakan yang bisa membedakan antara mana yang sedang haji dan mana yang bukan.

Meskipun puasa bisa terjerumus dalam sifat riya (pamer), itu pun hanya bisa diungkapkan dengan ucapan. Misal ada orang berpuasa, dengan maksud memamerkan puasanya, ia berkata, “Saya ini sedang berpuasa, loh.”

Tapi, sekali lagi, itu hanya bisa diperlihatkan dengan ucapan. Berbeda dengan ibadah lainnya yang bila terjerumus dalam riya melalui gerakan atau pun ucapan.

Kedua, puasa mampu melumpuhkan setan. Saat sedang berpuasa, maka kita akan menahan diri untuk tidak makan dan minum sampai waktu magrib tiba.

Ketika makanan dan minuman tidak masuk dalam tubuh, maka nafsu (syahwat) dalam diri akan terkendali. Sementara nafsu (syahwat) merupakan pintu masuk utama bagi setan untuk menjerumuskan manusia dalam lembah maksiat.

Rasulullah saw pernah bersabda, yang artinya, “Sesungguhnya setan itu menyusup dalam aliran darah anak Adam, maka persempitlah jalan masuknya dengan lapar [puasa].”

Baca Juga: Mau Mengajari Anak Berpuasa? Begini Caranya

Ketiga, pahala puasa lebih besar dibanding ibadah lainnya. Menurut Al-Qurtubi, setiap amal ibadah sudah ditentukan besar pahala yang diperoleh, dari mulai dilipatkan 10 kali, 700 kali, dan sampai yang Allah kehendaki. Lain halnya dengan puasa, pahalanya tidak memiliki ketentuan khusus, hanya Allah yang tahu.



Hal ini senada dengan hadis yang artinya, “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman [yang artinya], ‘Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya.”

Keempat, pahala melihat Allah swt. Dalam kitab Durrah an-Nashihin (hal. 13), Syekh Utsman Syakir dengan mengutip pernyataan Abul Hasan menjelaskan, bahwa semua amal ibadah akan mendapatkan balasan berupa surga.

Berbeda dengan puasa, pahalanya adalah bersua langsung dengan Allah swt di akhirat nanti, tanpa ada penghalang apa pun. Dalam klasifikasi level pahala, melihat Allah swt di akhirat merupakan kenikmatan yang paling tinggi, lebih nikmat dari mendapat surga seisinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya