Solopos.com, JOGJA — Ada banyak sebutan untuk Yogyakarta atau Jogja, mulai dari Kota Wisata, Kota Budaya, hingga Kota Pelajar atau Kota Pendidikan. Julukan yang disematkan kepada Jogja ini memang didasarkan pada kondisi sosial dan potensi yang ada.
Seperti Jogja menjadi Kota Wisata karena ada banyak tempat wisata di wilayah ini. Mulai wisata alam, wisata pantai, wisata budaya, hingga wisata buatan.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Begitu juga Jogja sebagai Kota Pelajar. Ada sejumlah faktor hingga akhirnya Jogja mendapat julukan tersebut. Bukan hanya karena ada seratusan lebih perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta, tetapi akar sejarah juga sangat kuat hingga julukan tersebut melekat.
Dikutip dari penelitian ilmiah dari Sugiyanto yang diunggah di journal.uny.ac.id, Jogja sebagai Kota Pelajar itu dititahkan oleh publik dan stakeholders melalui proses panjang. Julukan yang dibangun sejak zaman nenek moyang tersebut kemudian dipertahankan antar-generasi hingga sekarang.
Baca Juga: Hina Warga Jogja Miskin & Kampungan, Akun Rina Yellow Dipolisikan
Pendidikan di Jogja sudah dibangun sejak zaman dahulu. Pendidikan pada tahun 1800 sampai 1900 di Jogja diselenggarakan di sekitar Keraton Jogja. Waktu itu, pendidikan diasuh oleh kerabat kerajaan dan tokoh agama. Sedangkan peserta didiknya anak-anak bangsawan hingga rakyat jelata yang tinggal di sekitar keraton. Waktu itu materi pembelajarannya seputar pembentukan sikap peradaban batin, perilaku dan etika.
Pada era kebangkitan nasional pada 1900-1945, mulai muncul Sekolah Rakyat seperti Hollands Inlandsche School (HIS), MULO, Schakel School, dan lainnya. Kemudian ada sekolah-sekolah partikelir yang didirikan kerabat keraton, tokoh agama.
Pada 3 Maret 1946, Presiden Soekarno meresmikan Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada yang selanjutnya berubah nama menjadi Universitas Gadjah Mada pada 19 Desember 1949 sebagai universitas pertama di Indonesia.
Baca Juga: Wow, Lebih dari 80.000 Wisatawan Kunjungi Jogja saat Libur Lebaran
Selanjutnya disusul lahirnya perguruan tinggi swasta dan perguruan tinggi negeri lain seperti IKIP Negeri Yogyakarta (UNY), UII, IKIP Sanata Dharma (Universitas Sanata Dharma), dan lainnya sampai akhir tahun 1960-an di Yogyakarta memiliki sekitar 30 perguruan tinggi negeri dan swasta.
Menurut Sugiyanto, ada beberapa faktor yang membangun karakter Jogja menjadi Kota Pelajar atau Kota Pendidikan. Pertama, aura keraton yang berpengaruh terhadao sikap dan perilaku masyarakat Jogha menjadi tenang, damai, dan berpikir realistis terhadap fenomena yang hadir di Yogyakarta. Sehingga setiap aktivitas manusia selalu dipertimbangkan nilai budaya dan sosial serta etika dengan mengembangkan rasa budaya.
Kedua, kampus-kampus di Jogja memiliki ratusan program studi yang bisa menjadi pilihan calon mahasiswa dan pelajar baik di tingkat perguruan tinggi maupun SMK. Ketiga, Jogja didukung oleh fasilitas belajar dan infrastruktur yang cukup lengkap serta bervariasi, seperti laboratorium, perpustakaan, museum, pasar buku, dan mudahnya akses transportasi.
Baca Juga: Berawal Aib Keluarga Disebar di Grup WA, Pria di Jogja Dihajar 4 Orang
Keempat, Jogja memiliki predikat lain seperti Kota Wisata, Kota Budaya yang secara tidak langsung melengkapi iklim akademik yang mampu dijadikan pusat kajian dan sumber belajar. Kelima, pengaruh pemerikan Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantoro yang berasal dari Jogja.