SOLOPOS.COM - Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Andie Megantara (berdiri di mimbar), saat menjelaskan paparan strategi penanganan kemiskinan ekstrem di Kabupaten Wonogiri, Rabu (22/6/2022). (Istimewa/Humas Pemkab Wonogiri)

Solopos.com, WONOGIRI — Angka kemiskinan ekstrem di Kabupaten Wonogiri naik saat pandemi Covid-19 menjadi 4,14% pada 2021. Kondisi tersebut pun mendapat atensi dari pemerintah pusat.

Staf Khusus Presiden dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) pun secara langsung datang ke Kabupaten Wonogiri untuk mengetahui penanganan kemiskinan ekstrem yang terjadi di Wonogiri.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Mereka yang berjumlah rombongan sembilan orang datang menemui jajaran Pemkab Wonogiri, membahas sejumlah strategi mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem, Rabu (22/6/2022).

Dasar hukumnya tertuang dalam Instruksi Presiden (inpres) No. 4 Tahun 2022. Salah satu bunyinya yakni menugaskan bupati/wali kota untuk mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam rangka percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Dalam hal ini termasuk pemutakhiran data penerima dengan nama dan alamat (by name by address).

Baca Juga: Harga Jual Sapi di Wonogiri Masih Turun Rp1,5 Juta-Rp2 Juta

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Arif Budimanta, menjelaskan tujuan kunjungannya ke Wonogiri salah satunya ingin melihat kesiapan pemkab setempat dalam menindaklanjuti Inpres tersebut. Sebab, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan ekstrem di Wonogiri naik 2,33%, dari tahun 2020 sebesar 1,81% menjadi 4,14% pada 2021.

Dari diskusi yang dilangsungkan di Ruang Girimanik, kompleks Setda Kabupaten Wonogiri, Rabu siang, Arif melihat ada komitmen dan semangat Pemkab Wonogiri untuk mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem.

Upayanya, kata Arif, menyangkut tiga hal. Pertama, melalui program yang dapat mengurangi beban pengeluaran kelompok miskin ekstrem melalui perlindungan sosial. Kedua, meningkatkan pendapatan rumah tangga yang tergolong miskin ekstrem sehingga bisa keluar dan dapat hidup layak. Ketiga, yaitu pengembangan perbaikan infrastruktur di wilayah-wilayah kantong kemiskinan.

Baca Juga: Mobil Selep Kayu Terjun ke Jurang di Wonogiri, Satu Orang Meninggal

“Dari tiga program itu tadi disepakati agar dijalankan secara gotong-royong, sinergi, dan ada kolaborasi antara pusat dan daerah. Selain itu upayanya juga akan melibatkan kelompok dari dunia swasta dan masyarakat. Jadi mindsetnya, komitmen menghapus kemiskinan ekstrem adalah bagian dari kehadiran negara untuk mendistribusikan keadilan sosial kepada rakyat,” ujar Arif kepada wartawan.

Dia menambahkan Kabupaten Wonogiri merupakan daerah pertama yang disinggahi untuk membahas percepatan penanganan kemiskinan ekstrem di Indonesia. Hal yang membuatnya tertarik sehingga memilih Kabupaten Wonogiri sebagai yang pertama, ungkap Arif, karena Kabupaten Wonogiri dinilai memiliki track record yang bagus.

“Di sini ada usaha, kerja, dan program yang coba dibangun. Walaupun saat pandemi Covid-19 meningkat, tapi peningkatannya juga bersamaan dengan tingkat kemiskinan ekstrem tingkat nasional. Sedangkan saat keadaan normal, tingkatnya lebih rendah dari nasional. Jadi kami lihat Wonogiri mempunyai potensi khususnya untuk menangani kemiskinan ekstrem,” jelasnya.

Baca Juga: Wow! Desa di Wonogiri Ini Dapat Julukan Kampung Miliarder, Kok Bisa?

Sementara itu, Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, bakal berupaya melakukan intervensi menekan angka kemiskinan ekstrem melalui sejumlah program. Namun sebelum membahas program penanganan, ia harus memastikan data kemiskinan di Wonogiri terverifikasi terlebih dulu.

“Angka 4,14% [kemiskinan ekstrem] harus disinkronisasikan dengan data yang ada. Siapa saja mereka, posisinya bagaimana. Setelah itu baru akan kami intervensi dengan program,” kata bupati yang akrab disapa Jekek kepada wartawan, Rabu.

Ia tak memungkiri, peningkatan angka kemiskinan ekstrem mencapai 2,33% dalam setahun merupakan imbas pandemi Covid-19. Namun di sisi lain, keberadaan kaum boro atau perantau di Kabupaten Wonogiri yang mencapai 38% juga perlu dihitung sebagai aktivitas ekonomi.

Baca Juga: Hari Ini, 18 Pelaku Agribisnis di Wonogiri Gelar Lapak

Selain itu, ia juga melihat aktivitas ekonomi di bidang jasa, seperti asisten toko, asisten penjual bakso, tak masuk dalam perhitungan BPS.

“Kalau itu semua tidak dihitung maka semakin berat angka di kami. Kami tadi melaporkan, dan prinsipnya mereka juga setuju untuk dihitung. Jadi yang dihitung tidak hanya yang berprofesi di wilayah kami,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya