SOLOPOS.COM - Logo halal MUI. (Pictagram)

Solopos.com, SOLO — Kementerian Agama (Kemenag) Kota Solo menunggu aturan turunan berupa petunjuk pelaksanaan (juklak) maupun petunjuk teknis (juknis) terkait penerbitan sertifikat halal yang sebelumnya menjadi wewenang Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pengambilalihan penerbitan sertifikat halal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Dalam UU tersebut, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) resmi beroperasi pada Kamis (17/10/2019).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

BPJPH mengambil kewenangan MUI dalam pengujian dan sertifikasi halal suatu produk. Adapun pendaftaran permohonan sertifikat diajukan oleh pelaku usaha kepada BPJPH secara manual dengan mendatangi kantor BPJPH, Kanwil Kemenag Provinsi, dan Kantor Kemenag di setiap kabupaten atau kota.

Penyelenggara (Gara) Syariah Kemenag Solo, Ahmad Arifin, saat ditemui , di kantor Kemenag Solo, Senin (21/10/2019), mengatakan pihaknya belum mengetahui teknis pelaksanaan aturan tersebut.

Menurutnya, kemungkinan besar pelaksanaan penerbitan sertifikat halal ini di Kemenag pusat atau di tingkat Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag Provinsi. Hal ini lantaran BPJPH yang memiliki wewenang terdiri dari eselon I yang berada langsung di bawah Menteri Agama.

“Kalau sebelum peralihan wewenang ini, kami beberapa kali dimintai surat rekomendasi dari para pelaku usaha khususnya kuliner, tapi jumlahnya tidak banyak. Mereka kerap mengajukan langsung ke Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan [LPPOM] MUI yang ada di provinsi,” ujarnya.

Ahmad Arifin menjelaskan meskipun ada peralihan wewenang, Kemenag tetap melibatkan MUI soal penerbitan sertifikat produk halal.

Hal ini lantaran dalam proses penentuannya membutuhkan tenaga ahli bersertifikasi yang dimiliki MUI khususnya mereka yang berkutat di LPPOM MUI.

Ia mencontohkan dalam proses audit pengecekan langsung ke perusahaan atau industri produk, perlu ditangani tenaga ahli. Dalam hal ini sebelumnya dilakukan oleh tenaga ahli LPPOM MUI. Misalnya, untuk menentukan halal atau tidaknya baik dari bahan, alat, hingga proses pembuatannya.

“Sejak mulai 17 Oktober 2019 lalu untuk produk wajib besertifikat halal, belum ada pelaku usaha yang mendatangi Kemenag Solo,” imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Dinkop UKM) Solo, Nur Haryani, mengatakan selama ini pihaknya mengajukan dan mendampingi UMKM untuk memperoleh sertifikat halal dengan biaya dari Dinkop UKM Provinsi.

Adapun kuota UKM yang diajukan pertahunnya berbeda-beda. Menurutnya, mahalnya biaya pengurusan sertifikasi halal membuat pengurusan label halal untuk produk ini diserahkan Dinkop UKM Jawa Tengah.

“Setiap tahun kami mengajukan UMKM ke provinsi untuk pengurusan sertifikasi halal. Setelah itu kami turut mendampingi saat proses audit atau pengecekan. Biayanya cukup mahal, jadi masuk APBD provinsi, bukan kota,” paparnya.

Menurutnya, ada sejumlah kriteria yang mesti dipenuhi UMKM sehingga bisa diajukan melalui dinas. Antara lain, produknya sudah layak jual di toko modern, memiliki izin produksi industri rumah tangga (PIRT), dan kemasan bagus.

Di sisi lain, ia mengakui belum banyak produk UMKM di Solo yang bersertifikat halal. Hal ini lantaran adanya sejumlah kendala, seperti mahalnya biaya pengurusan sertifikasi dan perpanjangannya mencapai jutaan rupiah serta masa berlaku sertifikat halal yang sangat singkat, yakni hanya 2 tahun.

“Tahun depan kami melakukan terobosan dengan memfasilitasi langsung UKM yang hendak mengajukan sertifikasi halal. Kami ajukan sebanyak 15 UKM. Biaya pengurusannya dianggarkan dari APBD Kota. Nanti kami kerja sama dengan MUI dan Kemenag,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya