SOLOPOS.COM - Ilustrasi musim kemarau. (JIBI/Bisnis/Semarangpos.com/Dok.)

Solopos.com, SRAGEN — Keberadaan tujuh waduk dan 46 embung yang ada di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah tidak mampu mencukupi kebutuhan air sawah petani pada musim tanam (MT) III di tengah musim kemarau ini.

Air di waduk dan embung itu hanya cukup untuk kebutuhan MT I-II. Para petani hanya mengandalkan irigasi dari sumur dalam atau beralih tanam palawija.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kabid Pengairan dan Sumber Daya Alam Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Sragen, Supardi, saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Senin (10/8/220), menyebut jumlah waduk di Sragen sebanyak tujuh lokasi yang menyebar di wilayah Kecamatan Sambirejo, Karangmalang, Kedawung, dan Tanon.

Kapasitas tujuh waduk itu mencapai 4.482.125 m3 dengan total luasan 131,01 hektare. Sementara untuk jumlah embungnya, sebut dia, ada di 46 lokasi dengan total kapasitas 4.917.030 m3 dari total luasan 83,10 hektare.

Lumpuh, Bocah Difabel Asal Blora Tulis Surat ke Ganjar Pranowo: Saya Ingin Sembuh dan Bisa Sekolah

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno, menyampaikan waduk dan embung itu dibangun hanya untuk menampung air hujan tetapi hanya untuk untuk kebutuhan irigasi selama dua MT, yakni MT I dan MT II.

Waduk Kecil

Dia mengatakan puluhan waduk dan embung itu tidak bisa mencukupi kebutuhan air sawah sampai MT III di Sragen saat ini. Dia mengatakan tujuh waduk itu merupakan waduk kecil berbeda dengan Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri dan Waduk Kedung Ombo (WKO).

"Untuk antisipasi kekurangan air irigasi, petani mulai mengoptimalkan fungsi sumur pantek atau sumur dalam yang dibuat di sawah. Kalau tidak menggunakan sumur, petani memanfaatkan aliran air sungai keil yang akan ditampung di waduk. Nah, munculnya sibel-sibel atau pompa air dalam tanah berkapasitas besar, praktis disebabkan karena mengeringnya waduk dan embung," ujarnya.

Suratno menerangkan banyaknya sibel-sibel di desa itu sebenarmya menjadi jawaban atas tidak optimalnya fungsi waduk atau embung.

"Di Winong, Tunggul, petani masih mengandalkan Bendung Winong untuk kebutuhan sawah di wilayah Tunggul dengan cara bergilir. Dari 12 kelompok tani (poktan), ada delapan poktan yang terpaksa menunggu 3-4 tahun baru bisa mendapat giliran air. Ketika dapat giliran air dipastikan bisa tanam padi. Karakter petani Sragen itu masih padi-padi-pantun," ujarnya.

Taman Wisata Terbesar di Asia Tenggara Jateng Valley Bakal Terhubung Tol Semarang-Solo

Petani anggota KTNA Tanon, Sragen, Miswanto, menyampaikan para petani di Jono, Tanon, masih mengandalkan sumur untuk sawah mereka. Dia mengatakan pada MT III di Jono tinggal 10-15 hektare dari 285 hektare yang ditanami. Sedmentara untuk tanaman jagung paling dominan, sebanyak 250 hektare.

"Beralih ke palawija dan hortikultura saat musim kemarau memang juga berspekulasi menanam padi hanya mengandalkan sumur dalam," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya