SOLOPOS.COM - Bandara Adi Soemarmo (Dok/JIBI/Solopos)

Pengusaha taksi di Solo menginginkan persaingan usaha yang sehat antar-penyedia layanan transportasi di Bandara Adi Soemarmo.

Solopos.com, SOLO — Kritik terhadap dominasi satu taksi di Bandara Adi Soemarmo, Boyolali, kerap dialamatkan kepada PT Angkasa Pura I selaku pengelola bandara. Hal ini terutama terkait berbagai terbatasnya operasional taksi berbasis aplikasi online maupun konvensional di kawasan itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Perwakilan PT AP I, I Wayan Ova, mengatakan BUMN tersebut bukan pemilik otoritas bandara, melainkan sebagai badan usaha bandar udara. Dalam fungsi pemerintahan, otoritas bandara di bawah Kementerian Perhubungan. Ia mengatakan taksi online belum bisa masuk karena pihaknya hanya bisa kerja sama dengan badan usaha dan badan hukum yang ikuti aturan.

“Sampai detik ini, belum ada badan usaha atau badan hukum yang ingin bekerja sama untuk taksi online dari bandara. Selain itu, untuk beroperasi, segala sesuatu kegiatan komersial dan nonkomersial harus bekerja sama dengan pengelola bandara,” kata Wayan dalam diskusi publik bertema Menguarai Benang Kusut Transportasi Bandara di Rumah Banjarsari, di Jl. Syamsurizal No. 10 Stabelan, Banjarsari, Sabtu (10/3/2018).

Wayan menjelaskan Lanud Adi Soemarmo memang memiliki kebijakan pengamanan bandara. Pengamanan itu dibebankan ke taksi. Dalam sesi diskusi, Ketua PHRI Solo, Abdulah Suwarno, menilai peran kepala daerah sangat vital untuk berkomunikasi dengan Danlanud Adi Soemarmo seperti yang pernah dilakukan Jokowi saat masih jadi Wali Kota Solo.

Saat itu, Jokowi berhasil melobi agar Bus Batik Solo Trans (BST) bisa masuk ke bandara. Abdullah juga menyoroti persaingan tak sehat antara taksi di bandara dengan taksi konvensional lain. Menurut dia, masalah ini awalnya terjadi karena jadwal penerbangan di Bandara Adi Soemarmo yang dulu masih sepi. Baca juga: “Zona Merah” Taksi Online di Bandara Adi Soemarmo Dipertanyakan.

“Kalau sekarang penyediaan dan kebutuhan tak sebanding karena sudah tidak sepi lagi. Saya berharap layanan taksi bisa dibuka untuk yang lain. Misalnya diatur, Solo Taksi boleh lima mobil, yang lain dapat jatah berapa sehingga ada kompetisi. Kompetisi akan membuat taksi berlomba memberi layanan terbaik bagi masyarakat,” paparnya.

Sekretaris Asosiasi Rental Mobil Soloraya (Aremso), Aji, mengutarakan beberapa tamu yang dilayani Aremso banyak diperlakukan kurang enak saat menggunakan jasa transportasi bandara. Pihaknya kemudian mengajukan penawaran agar Aremso bisa membuka counter sebagai alternatif pilihan para tamu. Mereka menarget tamu yang ingin menggunakan kendaraan untuk jangka waktu lama.

“Sampai sekarang belum ada respons. Di sana ada monopoli. Kalau kami masuk, kami siap bersaing sehat dan jadi alternatif,” kata dia.

Perwakilan Gelora Taksi, Taka, mengaku tak hanya taksi berbasis aplikasi online yang terkena dampak situasi ini. Dia merasakan taksi reguler juga kesulitan mengakses bandara semenjak banyaknya “operasi” terhadap pengemudi taksi online.

“Konsumen sangat terbatas memilih transportasi. Menurut saya, momen ini momen bagus untuk taksi bandara introspeksi diri. Mari bersaing dengan sehat karena sebentar lagi banyak konsumen datang. Ketika ini [layanan transportasi] dibatasi, kemudian banyak cuitan dari medsos dan media massa, itu malah membahayakan nama baik bandara,” kata dia.

Manajer Kosti Solo, Suyanta, mengatakan pihaknya jadi bagian dari benang kusut transportasi bandara. Ia menilai zona merah yang diterapkan merugikan semua pihak. Ia mengaku sudah 13 kali menangani pengemudi Kosti Solo yang dicekal. “Ada konsekuensi. STNK dan SIM ditahan. Akhirnya masyarakat dirugikan. Sopir-sopir jadi korban juga,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya