SOLOPOS.COM - Model memperagakan busana hasil karya Mahasiswa Jurusan Kriya Tekstil Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo bekerjasama dengan berbagai pihak pada Eco Fashion di ruang terbuka danau UNS, Solo, Senin (18/9). (Nicolous Irawan/JIBI/Solopos)

Sebanyak 34 lembar kain dipamerkan selama hampir satu jam dalam pentas eco fashion perdana Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) di panggung atas danau Universitas Sebelas Maret (UNS), Senin (18/9/2017) malam.

Solopos.com, SOLO--Dalam gelap malam, sosok Dewi Sri muncul di panggung atas danau Universitas Sebelas Maret (UNS), Senin (18/9/2017) malam. Mengenakan kostum berbahan alam, simbol ibu bumi ini menari pelan di atas singgasana. Tariannya terus bersambung diiringi lirik lagu tentang alam karya B.J. Riyanto dan kekompakan Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Voca Erudita UNS.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sajian pembuka bertema The Mother Goddess ini sukses mengawali pentas eco fashion perdana Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD). Karya-karya artistik tersebut memberikan gambaran jelas tentang keindahan alam yang harus selalu dijaga. Di bawah bimbingan koreografer Fajar Satriadi, para penampil mengekspresikan rindu mereka pada kemurnian ekologi dalam gerak lembut bertempo lambat.

Memasuki sesi fashion show sebanyak 34 lembar kain dipamerkan selama hampir satu jam. Layaknya panggung pentas, para model menghidupkan kain-kain yang melekat pada tubuh mereka dengan gerak tari sederhana.

“Semua wastra kain yang kami pamerkan dalam acara ini berbahan alam. Agar lebih menjiwai, kami menghidupkan fashion show dengan gerak tari. Ini konsep baru,” kata Produser Eco Fashion Ratna E Santosa, Senin malam.

Pergelaran Eco Fashion merupakan puncak FSRD Art Week yang merupakan pengembangan dari project kurikulum berbasis Green Labs. Kain-kain yang dipamerkan dibuat dari bahan alam berupa serat tanaman sansevieria dan kapas oleh mahasiswa Studi Kriya Tekstil didampingi desainer Ibu Kota, Samuel Wattimena. Selama satu bulan, mereka merajut secara manual serat-serat tersebut hingga membentuk kain utuh.

Proses manual selanjutnya pewarnaan dan penciptaan motif. Masih bertema tentang kritik pada krisis ekologi, mereka menggunakan bunga mawar, daun sirih, dan palawija untuk mempercantik kain putih yang sebelumnya ditenun.

“Proses pewarnaan kain contohnya, kami menggunakan kunyit yang ditumbuk halus. Kain kemudian dicelupkan dalam air kunir hingga beberapa kali sesuai dengan warna yang diinginkan. Salah satu kain bahkan sampai kami celupkan hingga 40 kali. Kami menyelesaikan semuanya sekitar satu setengah bulan. Ini pencapaian,” terang Ratna.

Begitu juga dengan detail kain yang diaplikasikan. Gerak alami seperti air mengalir dan hembusan angin menjadi sumber inspirasi penciptaan motif mereka. Beberapa karya ditambah dengan aplikasi tiga dimensi yang dibuat dari kelopak mawar kering. Ragam koleksi artistik tersebut diaplikasikan pada tubuh model dengan teknik draperi. Keindahan kain yang digarap secara alami tersebut dipercantik dengan aksesoris tambahan berbahan limbah plastik, dan beberapa bahan alam.

“Kami memanfaatkan semua bahan alam secara bijak. Bukan mengeksploitasi secara berlebihan,” tambah Ratna.

Pentas eco fashion juga didukung penata artistik Putut H Pramana dan penari Quin Dorothea. Sebelumnya acara ini juga dimeriahkan dengan pameran senirupa di Solo Tekhnopark, seminar, dan konser musik kebangsaan pada Selasa malam.

“Harapan saya pameran ini juga menjadi bagian dari embrio geliat seni rupa di Solo. Yang selama ini dianggap telah mati,” kata B.J. Riyanto sebelumnya dalam jumpa pers.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya