SOLOPOS.COM - Ilustrasi korban (Dok/JIBI/Solopos)

Kekerasan terhadap perempuan di Jateng selama November 2014-Juni 2015 tercatat sebanyak 383 kasus.
Kanalsemarang.com, SEMARANG-Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Semarang mengungkapkan sebanyak 1.083 perempuan di Jawa Tengah menjadi korban kekerasan.

Divisi Informasi dan Dokumentasi LRC-KJHAM Semarang Witi Muntari mengatakan akibat tindak kekerasan tersebut sebanyak 16 orang perempuan meninggal dunia.

Promosi Cerita Klaster Pisang Cavendish di Pasuruan, Ubah Lahan Tak Produktif Jadi Cuan

“Dari hasil monitoring selama November 2014-Juni 2015 di Jateng terjadi 383 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah korbannya 1.083 orang di mana 16 korban meninggal dunia,” katanya kepada solopos.com di Semarang, Jumat (21/8/2015).

Dia mengungkapkan 16 perempuan yang meninggal dunia itu terdiri dari pekerja migran perempuan (sembilan orang), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) empat orang, perkosaan, prostitusi, dan kekerasan dalam pacaran (KDP) masing-masing satu orang.

Lebih lanjut Witi menyatakan perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual paling tinggi yang mencapai 69,62%, disusul kekerasan psikologis dengan sebesar 16,34%, dan kekerasan fisik sebesar 14,04%.

Kekerasan seksual kebanyakan banyak dilakukan oleh pelaku individu dan relasi yang dekat dengan korban semisal ayah kandung, ayah tiri, tetangga, paman, dan lain-lain.

”Kondisi ini sangat memprihatinkan karena kekerasan seksual terhadap perempuan di Jateng masih tinggi,” ujarnya.

Berdasarkan pada usia, sambung Witi pelaku kekerasan terhadap perempuan didominasi orang dewasa dengan jumlah 282 orang atau 47,56%, pelaku lainnya terdiri atas anak-anak, remaja, dan lanjut usia.

Sedangkan jika dilihat dari jenis pelakunya, kekerasan terhadap perempuan banyak dilakukan oleh pelaku individu dengan jumlah 500 orang atau 84,32%.

“Lokasi terjadinya kekerasan terhadap perempuan tertinggi di ruang privat sebanyak 281 kasus atau 73,37 persen dan sisanya 26,63 persen di ruang publik,” ungkapnya.

Terjadinya kasus kekerasan di lokasi privat ini, lanjut dia, mempersulit perempuan korban untuk memberikan pembuktian kepada aparat penegak hukum karena tidak adanya saksi.

“Hal ini karena sistem hukum di Indonesia yang belum sepenuhnya melindungi para perempuan korban tindak kekerasan,” ujarnya.

Dia menambahkan tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya kekerasan seksual tidak seimbang dengan pemenuhan hak-hak korban.

“Perempuan korban kekerasan seksual masih mengalami banyak hambatan dalam mengakses hak-haknya,” imbuhnya.

Aktivitis LRC-KJHAM Rina mendesak pemerintah segera mengambil langkah-langkah untuk melindungi perempuan korban kekerasan seksual dengan memprioritaskan penyusunan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

“Rancangan Undang-undang [RUU] Penghapusan Kekerasan Seksual agar menjadi prioritas dalam program legislasi nasional [prolegnas 2016],” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya