SOLOPOS.COM - Ilustrasi kebiri kimia pada pria (JIBI/Dok)

Kejahatan seksual harus ditekan dengan memberikan efek jera yang efektif.

Harianjogja.com, BANTUL — Rencana pemerintah memberikan hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual dengan korban perempuan dan anak-anak di bawah umur mendapat dukungan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof. Jimly Asshidiqie.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Jimly menilai banyaknya kasus kekerasan seksual mengakibatkan kapasitas ruang untuk menampung pelaku kriminal di Indonesia bertambah. Artinya, diperlukan anggaran besar untuk membangun kembali penjara bagi pelaku kriminalitas.

“Saya setuju dengan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual, enggak mahal kok, justru lebih mahal hukuman penjara karena harus memberi makan, membangun penjara lagi karena kapasitas penjara kurang, “ kata Jimly saat diwawancarai usai Dialog Kebangsaan pada Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan (KNIB) di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), senin (23/5/2016) malam seperti dikutip dari rilis yang Harianjogja.com, terima.

Jimly menambahkan, pemberian dihukum penjara dapat mendorong angka kejahatan berkembang. Ditambah lagi pemberian remisi bagi pelaku kejahatan tersebut, yang menjadikan masyarakat tidak takut melakukan kejahatan kriminalitas.

“Penjara saat ini semakin penuh, sekitar 40 persen pelaku tindak kejahatan yang telah terbebas, justru mereka lebih canggih dalam melakukan trik kejahatan. Hanya sedikit sekali yang benar-benar tobat setelah keluar dari penjara,” paparnya.

Banyaknya desakan menghukum kebiri bagi pelaku kejahatan seksual dinilai Jimly wajar. Menurut dia, desakan ini merupakan bentuk kemarahan masyarakat atas apa yang terjadi saat ini.

“Kejahatan seksual lebih miris dari kejahatan narkoba, karena bisa merusak masa depan korbannya. Orang yang memperkosa anak kecil, masak cuma dihukum sembilan tahun? Lebik baik hukum mati saja,” kecamnya.

Kendati demikian, dia menuturkan pemerintah tak perlu terburu-buru membuat Peraturan Perundang-Undangan (Perpu).

“Saat ini tidak perlu untuk membuat PERPU. Hukum saja para pelaku dengan Undang-undang yang ada sekarang ini. Biar pelaku ditindak  sesuai dengan ketentuan, namun dengan hukuman maksimal agar memberikan efek jera,” saran Jimly.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya