SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Harianjogja.com, SLEMAN—Kasus kejahatan, khususnya pencurian yang melibatkan anak-anak di bawah umur kian marak terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Beberapa kasus di antaranya didominasi pencurian kendaraan bermotor (curanmor) dan pencurian dengan pemberatan (curat).

Kapolres Sleman, AKBP Ihsan Amin mengakui, pihaknya memang sering dihadapkan dengan permasalahan kriminal yang melibatkan anak-anak. Pada satu sisi, pihaknya juga melakukan pembinaan dan memberikan pelayanan demi masa depan mereka. Tetapi jika sudah masuk dalam ranah penegakan hukum, polisi tetap bersikap normatif, karena sering ditemukan perilaku anak mengarah kepada kejahatan. Terlebih kejahatan itu tidak saja merugikan orang lain seperti mencuri, bahkan kadang berpotensi pada hilangnya nyawa orang lain.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Lalu bagaimana cara kepolisian melakukan penegakan hukum? Ihsan mengatakan, jika kepolisian harus berhadapan dengan masalah kriminal anak, pihaknya menyiapkan unit pelayanan khusus di Satuan reserse Kriminal (Reskrim), yakni Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA). Cara bertindak yang digunakan mulai dari preemtif, preventif hingga penegakan hukum.

“Di sana [UPPA] kami memberikan pelayanan di samping penanganan untuk pidana yang menjerat anak, kami juga menyiapkan ruang konseling, tapi proses hukum tetap berjalan. Kami berkoordinasi dengan lembaga swadaya masyarakat [LSM] dan Pemerintah Kabupaten Sleman,” kata Ihsan saat ditemui Harianjogja.com, Minggu (31/8/2014).

Ihsan menambahkan, kasus kriminal anak yang sering ditangani Polres memiliki penyebab sangat beragam. Meski demikian, dari data dan hasil penyidikan, faktor utama anak melakukan tindak kriminal seperti curanmor atau curat biasanya karena faktor lingkungan dan keluarga. Selain itu faktor lain yakni anak yang hidup bebas, serta anak tidak mendapat perhatian baik di keluarga maupun lingkungan tempat tinggalnya, sehingga mereka melakukan tindak kejahatan seperti pencurian.

Dalam berbagai kasus, menurut Ihsan, ada pula anak yang berbuat kejahatan karena ajakan dari temannya. Bahkan ada anak yang melakukan tindak pidana karena malu dibilang cengeng dan cemen oleh teman-temannya. “Atau anak yang memiliki solidaritas tinggi terhadap kelompok komunitasnya [geng] sehingga dia ikut mencuri juga ada,” kata Ihsan memberi contoh.

Dalam kasus tertentu, ada anak yang dipengaruhi oleh temannya untuk melakukan tindak pidana, karena merasa tertantang. Contohnya, jika bisa membacok orang, maka dia akan dibayar Rp2 juta oleh orang yang menyuruh. Berdasarkan data juga, ucapnya, anak yang aktif di kegiatan sekolah sangat jarang terlibat masalah kriminal.

“Jadi anak yang tidak ikut aktif di organisasi di sekolah harus diawasi dan diperhatikan. Selain itu sekolah sebaiknya melakukan langkah tegas mengeluarkan anak yang terlibat,” kata Ihsan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya