SOLOPOS.COM - Richard Eliezer, terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua (Brigadir J) memejamkan mata saat jaksa membacakan tuntutan di PN Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2023). (Tangkapan layar tayangan sidang)

Solopos.com, JAKARTA – Tuntutan 12 tahun penjara untuk Bharada Richard Eliezer dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua diprotes oleh Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK).

Pasalnya, Richard Eliezer yang dalam perlindungan LPSK berstatus justice collaborator.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun status justice collaborator itu ditolak Kejaksaan Agung (Kejagung).

Dalam jumpa pers, Kamis (19/1/2023), Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, I Ketut Sumedana, menyatakan Richard Eliezer adalah pelaku utama pembunuhan Yosua sehingga tidak bisa diberi hak justice collaborator.

“Beliau pelaku utama sehingga tidak bisa dipertimbangkan juga sebagai yang harus mendapatkan justice collaborator,” ujar I Ketut Sumedana, seperti dikutip Solopos.com dari siaran KompasTV, Kamis.

Menurut Ketut, kasus pembunuhan berencana tidak termasuk yang diatur berdasarkan Pasal 28 Ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Ia menambahkan, kasus pembunuhan berencana juga tidak termasuk dalam justice collaborator yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011.

Kapuspenkum menyebut, karena berstatus sebagai pelaku utama Bharada Eliezer juga bukan pengungkap fakta hukum dalam kasus pembunuhan Yosua.

“Pengungkap fakta adalah dari keluarga korban,” katanya.

Karenanya, ia meminta meminta LPSK tidak cawe-cawe dalam penuntutan kasus Ferdy Sambo.

Menurut I Ketut, jaksa punya otoritas dan kemerdekaan untuk menuntut seorang terdakwa kasus pidana.

Sarankan Revisi

Berbeda pendapat, Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi menyarankan jaksa merevisi tuntutan terhadap Richard Eliezer.

Sebagai orang yang membongkar skenario jahat Sambo, menurutnya, seharusnya tuntutan Eliezer menjadi yang paling rendah dari empat terdakwa lainnya.

“Yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Pasal 10A ayat (3) dan 4, yaitu paling rendah di antara terdakwa lainnya,” kata Edwin ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Edwin mengungkapkan dampak panjang apabila Richard Eliezer dituntut lebih berat dari tiga pelaku lainnya.

Tuntutan tinggi jaksa terhadap Eliezer, menurutnya, dapat mengakibatkan keraguan dalam pikiran para pelaku kejahatan yang hendak bekerja sama dalam mengungkap kasus dengan status justice collaborator.

“Nanti orang (pelaku kejahatan) jadi berpikir dua kali, sejauh mana menjadi justice collaborator berdampak pada pemidanaannya,” ucap Edwin.

Justice collaborator, tutur Edwin, seharusnya mendapatkan penghargaan atas kesaksiannya.

Salah satu bentuk penghargaan tersebut adalah hukuman pidana yang lebih rendah dibandingkan pelaku lainnya.

“Mungkin di jaksa melihat kualitas perbuatannya yang disamakan dengan pelaku utama, bukan dari kontribusinya (sebagai justice collaborator),” tutur Edwin.

Sebagaimana diberitakan, JPU menuntut Richard Eliezer hukuman pidana 12 tahun penjara.

Tuntutan tersebut lebih berat apabila dibandingkan dengan tuntutan jaksa kepada tiga terdakwa lainnya, yakni Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Putri Sambo dkk. dituntut delapan tahun penjara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya