SOLOPOS.COM - Pencipta lagu Himne Guru, Sartono, 78. (JIBI/Solopos/Aries Susanti)

Kehidupan Sartono kini telah memasuki usia senja kala. Seperti apakah kegiatan sang pencipta lagu Himne Guru itu?

Madiunpos.com, KOTA MADIUN – Himne Guru menjadi lagu wajib nasional sejak 1980. Sang penciptanya, Sartono, kini telah berusia 78 tahun. Di hari-hari senjanya itu, Sartono hanya bisa menghabiskan waktunya di dalam rumahnya di ujung Jl Halmahera Kartoharjo, Kota Madiun.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Madiunpos.com menyempatkan diri berkunjung ke kediaman sang pencipta lagu Himne Guru itu. Dari dalam rumah, Sartono terlihat melangkah perlahan ketika mendengar suara ketukan pintu dari luar. Ia pun menyambut Madiunpos.com dengan senyuman. Lelaki sepuh itu lantas berbicara, namun arah pembicaraanya susah dimengerti. Pandangannya pun terarah, namun ia tak lagi bisa mengenal siapa yang diajaknya bicara.

“Bapak sudah pikun sejak empat tahun lalu. Kalau diajak bicara, sudah enggak nyambung lagi,” ujar Suratno, kerabat Sartono, Senin (26/1/2015) yang selalu mendampingi Sartono ke mana-mana.

Rumah Sartono berada di persimpangan jalan. Sederhana sekali. Dinding rumahnya hanya berupa papan kayu, lantainya pun masih plesteran semen. Tak ada barang mewah yang ada di dalamnya, selain perkakas baju ketoprak milik istrinya, Ignatia Damijati yang berserak di sudut rumah.

“Ini [perkakas baju ketoprak] harta termahal kami. Perkakas inilah yang menjadi sumber makan kami karena banyak disewa orang-orang,” ujar Damijati.

Sartono kini memang hidup dengan mengandalkan penghasilan istri setianya itu. Sejak berhasil menciptakan lagu Himne Guru 1980 silam, Sartono sama sekali tak pernah mendapatkan royalti, selain uang Rp700.000-an sekali itu sebagai hadiah pencipta lagu Himne Guru.

Nama Sartono sebagai pencipta lagu pun hanya dikenang di pojok sejarah. Sementara, nasibnya berada dalam kemelaratan.

Selama 30 tahun sejak ia memenangkan lomba bikin lagu Himne Guru, kehidupan Sartono kembali prihatin. Ia “menggelandang” tak karuan untuk mendapatkan uang. Bertahun-tahun, ia menjadi juri lomba lagu serabutan di desa-desa dengan honor berkala; kala ada, kala tak ada!

Sesekali ia menjadi pemain seruling dan gitar di acara-acara hajatan nikah atau pemain musik untuk menghibur prajurit TNI yang akan berangkat bertugas.

“Kadang, pulang ke rumah bapak enggak bawa uang. Tapi, hanya bawa roti. Kami baru bisa makan dengan tenang ketika ada tanggapan pentas,” kenang istri Sartono.

Nasib Sartono sedikit berubah ketika sang maestro keroncong asal Kota Solo, Gesang Martohartono berpulang ke pangkuan Tuhan 2010 lalu. Sejak itulah, tokoh tokoh pendidikan dan pejabat mulai teringat Sartono, aset termahal bangsa Indonesia. Mereka pun mulai berdatangan ke rumah Sartono untuk membantu kehidupan Sartono.

“Saat itulah, banyak orang berdatangan ke rumah bapak untuk memberikan perhatian. Padahal, selama 30 tahun, Bapak sama sekali enggak pernah dikunjungi,” kenang istrinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya