SOLOPOS.COM - Ilustrasi pengelolaan sampah. (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SUKOHARJO — Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sukoharjo mendorong pemerintah desa/kelurahan dan masyarakat memanfaatkan magot guna mengurangi volume sampah yang dikirim ke TPA Mojorejo, Bendosari.

Dalam hal ini, pemerintah desa/kelurahan bisa belajar dari Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Karya Makmur, Desa Makamhaji, Kartasura. Budidaya magot atau larva dari lalat tentara hitam atau black soldier fly mampu mereduksi 6 ton sampah organik dari 9 ton menjadi 3 ton di desa tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Para pengurus Bumdes Makamhaji memilih budidaya magot untuk mengurai tingginya produksi sampah organik di desa setempat. Wilayah Desa Makamhaji merupakan kawasan permukiman padat penduduk yang menghasilkan 8-9 ton sampah per hari.

Baca Juga: Ngeri Lur! Eks Terminal Kartasura Jadi Lokasi Pesta Miras dan Esek-Esek

“Magot bisa mereduksi sampah dalam jumlah besar dan cepat. Sekarang volume sampah jauh berkurang menjadi hanya 3 ton. Ini berkat budidaya magot yang memakan sampah organik lima kali lipat berat badannya per hari,” kata pengurus Bumdes Karya Makmur Desa Makamhaji, Irfan, di Gedung Menara Wijaya, Senin (27/9/2021).

Magot memiliki siklus perkembangan dari telur menjadi bayi larva hingga magot dewasa selama 21 hari. Binatang kecil serupa belatung ini bisa mengurangi sampah dalam waktu relatif cepat tanpa menghasilkan pencemaran namun memiliki nilai ekonomi.

Dukungan Pemerintah Desa/Kelurahan

Kotoran magot bisa digunakan untuk bahan baku pembuatan pupuk kompos yang menyuburkan tanah. Telur dan larva juga bisa dijual di pasaran dengan harga cukup tinggi.

Baca Juga: Jejak Limbah Ciu Hilang Tersapu Hujan, Kali Samin Sukoharjo Bersih Lagi

“Larva dewasa juga bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak. Sekarang harga pakan ternak melambung tinggi. Mereka bisa memanfaatkan larva dewasa untuk pakan hewan ternak,” ujarnya.

Budidaya magot butuh dukungan pemerintah desa dan masyarakat setempat. Masyarakat diberdayakan untuk memilah sampah rumah tangga berupa organik dan nonorganik lalu menyetor sampah organik ke pengelola Bundes setiap hari.

Ada juga masyarakat yang langsung mengantar sampah organik ke lokasi budidaya magot di utara pemakaman Pracimoloyo, Makamhaji.

Baca Juga: Percepat Penanganan Perkara, PN Sukoharjo Luncurkan Aplikasi e-CDP

Lebih jauh, Irfan menambahkan esensi budidaya magot adalah menekan volume sampah yang masuk ke TPA Mojorejo, Bendosari. “Berapa pun luas lahan TPA Mojorejo tidak bakal kuat menampung volume sampah yang mencapai 150 ton per hari. Dengan budidaya magot, hanya sampah yang tidak bisa didaur ulang yang dikirim ke TPA Mojorejo.”

Penyumbang Sampah Terbanyak

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sukoharjo, Agustinus Setyono, mengatakan TPA Mojorejo diperkirakan tak bisa lagi menampung sampah dalam beberapa tahun mendatang.

Pasokan sampah rumah tangga paling banyak berasal dari tiga kecamatan yakni Kartasura, Grogol, dan Sukoharjo kota. Ketiga daerah itu memiliki jumlah penduduk lebih banyak dibanding kecamatan lainnya.

Baca Juga: Apa Kabar Rencana Gedung RSUD Sukoharjo di Bekas Terminal Kartasura?

Selain sampah rumah tangga, ada sampah lainnya yang berasal dari restoran, hotel, dan tempat hiburan. Agustinus mendorong agar pemerintah desa/kelurahan mengembangkan budidaya magot seperti yang dikembangkan Desa Makamhaji.

“Solusi alternatif untuk menekan volume sampah yang masuk ke TPA Mojorejo dengan mengoptimalkan budidaya magot di setiap desa/kelurahan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya