SOLOPOS.COM - Joko Yuliyanto (Istimewa/Dokumen pribadi).

Solopos.com, SOLO — Sistem media digital mereduksi kaidah struktur penulisan kata sesuai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)—kini kembali ke Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Banyak kata yang salah kaprah di mesin pencari dijadikan acuan menulis artikel, bahkan buku pendidikan.

Kesalahan-kesalahan tersebut dianggap lumrah tanpa ada kehendak mengubah paradigma masyarakat agar menulis dengan baik dan benar. Saya adalah pekerja di salah satu perusahaan percetakan dan penerbitan buku pendidikan, namun tidak berkecimpung di bagian produksi, bukan editor tulisan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Mengingat sistem pendidikan di Indonesia yang tidak selalu relevan dengan minat dan bakat pelajar, banyak yang terpaksa bersekolah tidak sesuai dengan keinginan. Di sisi lain, pencarian pekerja di bidang editor tulisan diutamakan—bahkan diwajibkan—berasal dari jurusan kebahasaan atau pendidikan bahasa.

Saya penulis buku dan ratusan artikel di media massa. Pernah bekerja paruh waktu menjadi editor media. Sedikit banyak saya memahami kaidah tata bahasa yang baik dan benar. Saya prihatin ketika melihat kualitas buku pendidikan yang diterbitkan perusahaan tempat saya bekerja yang banyak menggunakan diksi tidak sesuai standar.

Ada juga praktik plagiat yang disebabkan tuntutan pekerjaan berdasarkan target produksi tulisan. Buku-buku tersebut lolos dari pengawasan dan disebarluaskan di lembaga pendidikan formal di Indonesia.

Lebih aneh lagi ketika guru atau warga sekolah tidak ada yang komplain tentang kesalahan penulisan dan kesalahan-kesalahan penulisan itu dianggap sebagai kewajaran. Dianggap lumrah. Dianggap bukan masalah.

Kecacatan berliterasi dinilai lumrah bagi masyarakat umum dan menjadi kerancuan bagi penulis yang paham tata bahasa. Suatu saat akan terjadi kesalahan yang dibenarkan dan kebenaran yang disalahkan. Di ranah media digital, kesalahan penulisan kerap ditemui pada running text di televisi dan judul artikel di banyak media.

Entah itu disebabkan editor yang kecolongan atau ketidakpahaman mengenai kaidah kepenulisan. Kecacatan tulisan menjadi kebiasaan, apalagi penerapan search engine optimization (SEO) yang menuntut penulisan sesuai kebiasaan pencarian di Internet. Tanggung jawab moral media terhadap revolusi tata bahasa terhalangi kepentingan komersial.

Prinsip menulis sesuai EYD tidak begitu laku di mesin pencarian di Internet, bahkan murid, guru, hingga editor memaklumi kesalahan penulisan yang kemudian dijadikan rujukan dalam penyusunan materi pembelajaran.

Membaca

Memahami etika penulisan harus dibiasakan dengan referensi bacaan yang berkualitas. Pihak yang berkepentingan juga harus memfilter kualitas bacaan yang layak untuk dikonsumsi masyarakat. Salah kaprah penulisan masih sering diwajarkan dalam penyajian buku dan artikel di media massa.

Kompetensi editor tulisan juga mesti ditingkatkan di industri percetakan dan penerbitan hingga perpustakaan daerah atau perpustakaan nasional. Orientasi editor harus diubah, jangan hanya faktor ekonomi, namun juga tentang tanggung jawab moral turut serta mencerdaskan kehidupan berbangsa sesuai amanat konstitusi.

Sejauh ini, korelasi jurusan pendidikan rupanya tidak selaras dengan kualitas produksi tulisan yang dipublikasikan. Rendahnya minat membaca masyarakat berpengaruh terhadap produksi konten dan karya tulis. Tulisan hanya menjadi alat memperkaya informasi.

Kredo penulisan tampaknya hanya ”asalkan pembaca memahami maksud yang disampaikan penulis”. Membaca bukan menjadi aktivitas untuk mengetahui dan kemudian mengoreksi kesalahan penulisan, tetapi bisa menambah kecakapan pada urusan diksi dan keluasan khazanah kebahasaan.

Guru atau editor tidak bisa dijadikan parameter kecakapan menulis. Banyak orang yang punya kompetensi menulis, namun tidak berlatar belakang pendidikan yang relevan dengan ketatabahasaan.

Ketekunan belajar mengenai teknik kepenulisan yang membuat seseorang punya kelebihan dibandingkan mereka yang berasal dari pendidikan guru atau bahasa namun tidak ada upaya mempelajari perkembangan penulisan yang baik dan benar.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tesaurus, dan lain sebagainya adalah alat fundamental penulis sebelum membuat konten atau menulis karya di buku, media massa, dan media sosial. Belajar menulis harus konsisten dilakukan untuk mengetahui banyak hal yang dulu pernah salah karena kurangnya pengetahuaan terhadap dunia literasi.

Kadang-kadang semangat belajar di dunia kepenulisan sulit mendapatkan tempat di ruang strategis penataan budaya kebahasaan seperti editor tulisan. Jamak lebih memercayakan kepada pekerja yang punya latar belakang pendidikan kebahasaan atau keguruan. Hasilnya, banyak kecacatan tulisan yang telanjur dipublikasikan di ruang-ruang yang seharusnya mendidik kepatuhan terhadap standar penulisan.

Pembiasaan

Butuh waktu panjang mengembalikan standardisasi penulisan sesuai tata bahasa yang baik dan benar. Budaya membiasakan menulis dengan salah karena minimnya pengetahuan kebahasaan masih dipertahankan ketika komunikan dan komunikator sama-sama memahami maksud tulisan.

Di sisi lain, mereka yang punya kesadaran tentang kesalahan penulisan yang banyak tersebar di penulisan judul berita, isi artikel, materi buku, hingga iklan-iklan di billboard tidak punya ruang untuk menelaah secara kritis kesalahan tersebut. Seolah-olah dibiarkan dan dijadikan budaya.

Sudah lebih dari lima tahun saya membiasakan menulis saat chatting atau membuat unggahan di media sosial menggunakan struktur penulisan sesuai EYD. Tidak ada penulisan singkatan dan penggunaan kata tidak baku. Meskipun cenderung lebih lama, pembiasaan menulis dengan baik dan benar akan melatih kepekaan menulis.

Selain itu, juga memberikan bacaan yang layak bagi komunikan. Kesalahan memilih referensi bacaan dan menuliskannya yang kemudian menjadi racun bahasa dan dikonsumsi banyak orang di Internet.

Nasionalisme paling sederhana adalah menghargai esensi bahasa dalam bentuk ucapan maupun tulisan. Ini wujud kepedulian pada masa depan kecintaan generasi mendatang terhadap bahasa yang bisa diproduksi sejak saat ini melalui tulisan yang berkualitas, baik, dan benar.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 2 Desember 2022. Penulis adalah esais dan penggagas komunitas Seniman NU)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya