SOLOPOS.COM - Para warga Kios Renteng RT 004/RW 003, Kelurahan Karangtengah, Sragen Kota, mendatangi DPRD Sragen, , Rabu (6/7/2022). mereka menolak direlokasi ke Pasar Terpadu Nglangon. (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Belasan warga yang menempati Kios Renteng RT 004/RW 003, Kelurahan Karangtengah, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen menolak direlokasi ke Pasar Terpadu Nglangon. Mereka menilai tempat tinggal mereka bukan bagian dari pasar yang tengah dibangun tersebut.

Penolakan itu mereka sampaikan saat beraudiensi dengan DPRD Sragen, Rabu (6/7/2022). Warga ini keberatan bila diperlakukan seperti para pedagang Pasar Nglangon dan Pasar Joko Tingkir. Kios Renteng, menurut mereka, merupakan kampung mandiri yang berdiri sejak 1975-1976 silam.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Kedatangan mereka diterima Ketua DPRD Sragen, Suparno, didampingi Wakil Ketua DPRD, Muslim, bersama Komisi II dan III. Sekretaris Daerah (Sekda), Tatag Prabawanto, bersama para pimpinan lima organisasi perangkat daerah (OPD) ikut serta dalam audiensi tersebut.

Perwakilan warga Kios Renteng, Suyatno, dalam audiensi itu menyampaikan Kios Renteng yang mereka tempati bukan bagian dari Pasar Nglangon. Tetapi permukiman resmi yang berada di lingkungan RT 004/RW 003 Kelurahan Karangtengah, Sragen,

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Warga Protes Proyek Pasar Nglangon Sragen, Material Tanah Berceceran

Suyatno yang juga mantan Ketua RT menjelaskan Kampung Kios Renteng berdiri atas dasar Instruksi Gubernur. Peruntukkannya bagi warga miskin di Karangtengah yang saat itu masih berstatus desa, bukan kelurahan.

Ia menjelaskan tanah yang ditempati warga Kios Renteng itu awalnya tanah tidak bertuan. Sebelumnya tanah itu merupakan jalur lori tebu yang ditarik dengan sapi.

Kemudian tanah itu dikavling oleh pihak desa dan diperuntukkan bagi warga miskin. Masing-masing mendapat tanah dengan ukuran 4 meter x 6 meter. Saat itu, setiap warga yang menempati kavling itu membayar Rp10.000. “Dana sebanyak itu bisa untuk membeli pedet [anak sapi] pada zamannya,” ujarnya.

Baca Juga: Pemkab Sragen akan Masukkan Pedagang 3 Paguyuban ke Pasar Nglangon

Suyatno mengaku masih menyimpan bukti pembayarannya. Dalam perkembangannya, sambung dia, lahan itu bertambah sesuai dengan izin dan ada biaya penggantinya hingga sekarang luasnya per kios berukuran 6 meter x 9 meter.

Dibebani PBB

Selama ini para warga juga dikenakan pajak bumi dan bangunan (PBB). Warga kemudian membangun kios-kios itu secara mandiri. “Kalau tanah itu milik pemerintah kenapa PBB dibebankan atas nama warga?” katanya.

Suyatno menyatakan atas dasar itulah warga Kios Renteng keberatan kalau harus pindah ke lokasi Pasar Terpadu Nglangon. Warga meminta agar tetap bisa tinggal di Kios Renteng.

Baca Juga: Warga Ingin Kerja di Proyek Pasar Nglangon Sragen, Ini Kata Kontraktor

“Kalau mau ditata silakan. Kalau mau dikurangi untuk pelebaran jalan juga tidak apa-apa. Selama ini kami membentuk RT itu tidak diikutkan dan malah disebut sebagai pedagang kios Batuar,” ujarnya.

Menanggapi permintaan tersebut, Sekda Sragen, Tatag Prabawanto, memaklumi adanya pro dan kontra dalam program pembangunan. Setiap program pemerintah, menurutnya, pasti tidak akan memuaskan semua pihak.

“Tidak ada program pemerintah yang merugikan semua pihak. Pembangunan pasar terpadu itu tetap berjalan. Kami tidak ingin mengungkit hal-hal masa lalu. Kami ingin mikul dhuwur mendhem jero. Dosa-dosa terdahulu tidak perlu diungkit-ungkit. Mari bersama-sama mencintai Sragen tanah kelahiran,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya