SOLOPOS.COM - Lilik Kristianto (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO -- Hari Kebangkitan Nasional perlu dijadikan momentum untuk menghadapi pendemi Covid-19. Momentum tersebut diwujudkan dalam ketangguhan negara dan ketangguhan sosial mengatasi pandemi Covid-19 serta dampak dan krisis yang ditimbulkan.

Dalam kehidupan sosial era kini, masyarakat harus menghadapi perubahan pola hidup yang drastis; ”dipaksa” berdiam di rumah, perubahan pola interaksi sosial, perubahan pola kerja, dan minimnya akses pada hiburan dan kebiasaan yang menyenangkan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sampai saat ini belum dapat dipastikan kapan pandemi ini berakhir, hanya ada prediksi. Pemerintah optimistis Juli 2020 sudah melewati puncak pandemi covid-19 dan tahun 2021 mulai pemulihan. Tentu situasi dan kondisi seperti itu tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena akan menyebabkan dampak yang lebih besar lagi: merosotnya ketahanan keluarga, ketahanan ekonomi, ketahanan social, ketahanan politik, dan ketahanan nasional dalam skala yang lebih luas.

Bangsa Indonesia harus bangkit. Presiden Joko Widodo menyampaikan kita harus berdampingan dengan Covid-19 karena belum ditemukan vaksin dan diprediksi virus corona akan selalu ada di bumi. Momentum Hari Kebangkitan Nasional adalah upaya bersama bangkit menghadapi Covid-19. Kebangkitan menghadapi Covid-19 merupakan ujian terhadap ketangguhan sekaligus mewujudkan ketangguhan itu sendiri, mulai menjalani kehidupan normal yang baru (new normal) dan sekaligus pemulihannya (recovery).

Ketangguhan negara ditentukan kapasitas pemerintah mengatasi segala persoalan akibat pandemi Covid-19. Ketangguhan pemerintah mengatasi persoalan dasar rakyat akan meningkatkan semangat dan kepercayaan diri masyarakat yang berpengaruh pada ketangguhan sosial.

Di bidang sosial pemerintah perlu memperluas dan meningkatkan cakupan sasaran penerima bantuan sosial untuk mencegah krisis sosial. Bersamaan momentum ini pemerintah dan banyak pihak mengembangkan narasi normalitas baru. Pemerintah, dunia usaha, dan kaum intelektual menyadari ekonomi harus segera bangkit untuk menghindari krisis sosial yang lebih parah dan berkepanjangan.

Normalitas baru menjadi bagian kebangkitan nasional. Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara telah menyiapkan kajian awal skenario normalitas baru yang akan dimulai Juni 2020. Dalam skenario itu jumlah pasien positif Covid-19 menurun atau lebih rendah sehingga kapasitas terpasang di rumah sakit mampu menampung semua pasien positif Covid-19.

Normalitas baru dinarasikan sebagai perubahan perilaku untuk mulai menjalankan aktivitas normal seperti beraktivitas sosial, aktivitas bisnis, bekerja, bersekolah, namun menerapkan protokol kesehatan guna mencegah penularan Covid-19. Dalam kehidupan normal yang baru harus dibiasakan perilaku hidup bersih dan sehat, rajin mencuci tangan dan lebih disiplin, pola aktivitas daring, penggunaan masker saat keluar rumah, menghindari kerumunan dan protokol-protokol lain di ruang publik, tempat ibadah, perkantoran, pusat bisnis, pusat perbelanjaan, pasar,  tempat industri, sekolah, restoran, hotel dan objek wisata.

Di bidang ekonomi, selaras dan terpadu dengan agenda normalitas baru,  pemerintah perlu menyiapkan strategi mitigasi dan recovery per sektor ekonomi. Pemerintah perlu bersinergi dengan perguruan tinggi, asosiasi dunia usaha, BUMN, dan perbankan dalam tim terpadu di pousat dan daerah untuk menjalankan strategi mitigasi sektor-sektor ekonomi, menyiapkan protokol-protokol normalitas baru, pendampingan dan asistensi peluang bisnis yang baru serta melaksanakan inkubasi bisnis, pendampingan untuk bantuan atau asistensi permodalan, coaching, serta mengembangkan networking dan pasar bisnis.

Ketangguhan Sosial

Penanganan Covid-19 berikut dampak-dampaknya tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Diperlukan ketangguhan sosial berupa ketahanan dan kemampuan keluarga, kelompok, komunitas, dan masyarakat untuk bertahan, beradaptasi, menghadapi, mengatasi, dan memulihkan semua akibat pandemi Covid-19. Masyarakat perlu diedukasi berkaitan normalitas baru dan pemulihan.

Dimensi ketangguhan sosial sebagai upaya kolektif masyarakat berlandaskan solidaritas dan partisipasi untuk mencegah dan memutus mata rantai persebaran Covid-19 dan membantu mengatasi dampak ekonomi dan sosial di komunitas dan lingkungan masing-masing serta upaya pemulihannya. Ketangguhan sosial merupakan gotong royong yang tidak terlembaga dan terlembaga (terorganisasi, sistematis).

Diperlukan juga partisipasi masyarakat dari tingkat bawah yang lebih terorganisasi, sistematis, terpadu, dan  kolaboratif,. Merujuk konsep resiliensi, Russel Dynes (1998)  menyatakan the most accurate indicators of disaster effects is found in the action and adaptation of community organizations.

Dalam konsep ini diperlukan adaptasi dan aksi komunitas, keberfungsian dan kemampuan adaptasi komunitas, baik pada saat dan pascapandemi Covid-19. Komunitas yang resilien menghadapi Covid-19 adalah komunitas yang mampu menumbuhkan dan membangkitkan kolektivitas.

Aksi dan proses adaptasi kolektif dapat ditempuh dengan beberapa cara. Pertama, mengurangi ketimpangan sumber daya. Kedua, pelibatan local. Ketiga, menciptakan keterhubungan dalam pengorganisasian. Keempat, meningkatkan dukungan social. Kelima, rencana yang fleksibel, keterampilan pengambilan keputusan, dan sumber informasi terpercaya dalam situasi sulit dan krisis (dalam Dicky Pelupessy, Perilaku dan Resiliensi Komunitas Menghadapi Covid-19, 2020).

Salah satu model partisipasi masyarakat yang terwadahi dalam satuan tugas atau gugus tugas penanganan Covid-19 di tingkat desa/kelurahan. Unsur gugus tugas Covid-19 desa/kelurahan terdiri atas kepala desa/lurah dan perangkat, LMD/LPMK, BUM desa, bhabinkamtibmas, babinsa, Satuan Linmas, PKK dan posyandu, kepala dusun, pengurus RW/RT, dan lembaga-lembaga sosial di desa/kelurahan.

Tujuan utama adalah memonitor, menyosialisasikan, membantu upaya pencegahan, dan memutus transmisi lokal Covid-19; mengembangkan dusun/ kampung siaga Covid-19; respons cepat terhadap situasi yang berkembang di lapisan masyarakat di tingkat dusun/kampung/ RW; menggerakkan solidaritas, partisipasi anggota/kelompok masyarakat;  dan melakukan aksi untuk membantu mengatasi persoalan kesehatan, social, dan ekonomi serta pemulihannya.

Kampung siaga berfungsi  sebagai pusat koordinasi tingkat RW/kampung, membantu fungsi-fungsi gugus tugas desa/kelurahan,  memastikan protokol kesehatan dijalankan warga masyarakat, mengaktifkan grup perpesanan tingkat RW/kampung,  menggerakkan partisipasi masyarakat untuk berperilaku mencegah penularan Covid-19, menggerakkan dapur umum, membantu menangani bantuan, dan memonitor karantina mandiri.

Fase Kebangkitan

Fungsi rehabilitasi sosial dan pemulihan di antaranya dengan meningkatkan kapasitas desa/kelurahan yang mencakup kapasitas sumber daya, kapasitas kepemimpinan dan pengelolaan dan kapasitas sosial; alokasi bantuan sosial, mengantisipasi krisis sosial yang berkepanjangan, membuat rencana aksi untuk mengatasi dan melakukan upaya-upaya pemulihan.

Dalam fase kebangkitan, normalitas baru dan pemulihan, model partisipasi ini mengembangkan konstruksi sosial budaya berbasis solidaritas dan gotong royong sebagai nilai utama pemulihan, mengembangkan mekanisme pembelajaran yang kreatif untuk menyesuaikan dengan kehidupan baru, dan mengembangkan sistem usaha dan pasar yang berbasis jaringan antarwarga masyarakat dan potensi lokal.

Rencana aksi mencakup beberapa hal. Pertama, pemetaan sosial para terdampak Covid-19 yang hasilnya pemutakhiran data penduduk miskin, penduduk yang menganggur/korban PHK, usaha yang bangkrut atau berhenti beroperasi, dan penduduk rentan miskin. Kedua, pemetaan potensi ekonomi desa/kelurahan dan kajian program pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pembangunan desa/kelurahan.

Ketiga, mengusulkan dan mendampingi penduduk miskin dan penduduk yang menganggur sebagai penerima bantuan/program pemerintah/pemerintah daerah (PKH, BLT, bantuan sembako, Kartu Prakerja dan sebagainya). Keempat, mengembangkan potensi unggulan desa/kelurahan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, misalnya membentuk atau mengembangkan pemberdayaan ekonomi yang telah ada, modal bergulir dan kelompok usaha bersama ekonomi di tingkat desa/kelurahan yang bersumber dari dana desa/dana kelurahan, atau pendampingan kredit usaha rakyat.

Untuk daerah perdesaan dengan mengembangkan unggulan desa (one village on product) seperti pertanian tanaman pangan, kerajinan, lumbung pangan, pasar rakyat, desa wisata, optimalisasi peran BUM desa dalam pemulihan ekonomi, dan mengembangkan jaringan pasar lokal.



Untuk daerah perkotaan dengan mengadakan bazar rutin UMKM, pasar industri kreatif, mengembangkan kampung wisata atau kampung tematis, dan wisata daring. Sistem bisnis yang dijalankan menyesuaikan dengan kondisi. Pada fase normalitas baru sistem transaksi dijalankan dengan praktik protokol kesehatan secara ketat atau sistem bazar daring. Dalam fase pascapendemi tentu kehidupan bisnis bisa dijalankan lebih normal atau seperti sedia kala sebelum pendemi Covid-19, meskipun dengan perilaku hidup bersih dan sehat serta penggunaan masker juga lebih baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya