SOLOPOS.COM - Suasana pascaruntuhnya salah satu selasar di bagian dalam Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), di Jakarta, Senin (15/1/2018). (Endang Muchtar/JIBI/BISNIS)

Keamanan struktur kurang diperhatikan dalam membuat selasar tersebut

Harianjogja.com, SLEMAN-Sejumlah pakar dan guru besar di bidang konstruksi Universitas Islam Indonesia (UII) memberikan komentar terkait ambruknya lantai gantung atau mezzanine di Lantai 1 Tower II Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI). Salah satu dari empat hal penting dalam mendirikan bangunan yaitu keamanan struktur kurang diperhatikan dalam membuat selasar tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Prof. Sarwidi menyatakan keprihatinannya atas peristiwa kegagalan struktur mezzanine di BEI Jakarta yang menimbulkan banyak korban luka. Ia meyakini, peristiwa itu seharusnya tidak terjadi jika proses pembangunan meliputi proses desain, proses konstruksi, dan masa pemanfaatan bangunan sesuai dengan kaidah keamanan struktur.

“Pasca-kegagalan struktur, setelah evakuasi dan menyelamatkan korban, maka proses investigasi yang cepat, akurat diperlukan untuk mencari penyebab berdasarkan dokumen proses pembangunan hingga investigasi di lokasi untuk menghindari kejadian serupa berikutnya,” terangnya dalam konferensi pers di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII, Selasa (16/1/2018).

Guru Besar yang juga Dewan pengarah Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) ini menambahkan, empat hal penting dalam membangun, mulai dari fungsi, keamanan struktur, keindaham dan kenyamanan tak seluruhnya diperhatikan dalam membuat lantai gantung itu. Oleh karena itu, semua pihak perlu mengambil pelajaran atas peristiwa itu terutama mengingatkan kepada publik faktor keamanan struktur harus menjadi prioritas utama. Ia tidak menampik banyak bangunan yang tidak sepenuhnya memiliki standar keamanan struktur.

“Investigasi mendalam oleh pihak berwenang harus dilakukan dengan melibatkan ahli, dengan menggali data secara rinci baik dalam dokumen pembangunan maupun yang ditemui di lapangan yang akan menjadi analisis rujukan,” kata Ketua Program Magister Teknik Sipil FTSP ini.

Prof Widodo menilai, bangunan lantai gantung di gedung BEI tersebut sangat sederhana, model perencanaan itu biasa diberikan kepada mahasiswa semester kedua karena tidak rumit. Dengan melihat putusnya diawali dengan putusnya kait gantungan, kemungkinan sitruktur lantai tak sepenuhnya dapat menahan beban. Padahal harusnya struktur lantai tetap aman dinaiki meski kait gantungan itu lepas sehingga unsur keamanan terjaga.

“Kalau saya melihat, strukturnya itu 99 persen kekuatan ada di kabel [kait gantungan] itu yang menahan, harganya kabel itu nggak mahal kok, harusnya bagaimana itu bisa diperkuat,” kata dia.

Ia menambahkan, investigasi dibutuhkan untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan dalam mendesain. Desain awal perlu dibuka untuk melihat secara detail begitu juga dari sisi pelaksanaan saat proses membangun. Jika desain dan pelaksanaan dinilai tidak ada persoalan dan sesuai kaidah, maka bisa jadi persoalan ada di perawatan. Widodo mengaku, banyak gedung publik yang jarang memperhatikan dari sisi perawatan.

“Padahal maintenance ini sangat penting, tetapi banyak juga yang tidak melaksanakan. Usia gedung rata-rata kuat sampai 50 tahun, tetapi maintenance tetap diperlukan,” ujar Ketua Program Doktor Teknik Sipil FTSP ini.

Selain kedua guru besar itu, ahli perencanaan UII lainnya yang memberikan komentar serupa terhadap kegagalan konstruksi BEI adalah, Prof. Moch Teguh, Noor Cholis Idham, Dekan FTSP Widodo, Suparwoko dan sejumlah akademisi FTSP lainnya. “Kegagalan kosntruksi ini jangan sampai terjadi di bangunan lain sehingga keamanan konstruksi harus diperhatikan,” tegas Prof. Teguh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya