SOLOPOS.COM - Zennis Helen (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO — Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 55/PUU-XVIII/2020 telah memutuskan permohonan yang diajukan Partai Garuda yang mengajukan pengujian terhadap Pasal 173 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD 1945.

Landasan konstitusional Partai Garuda mengajukan permohonan karena merasa dirugikan hak dan kewenangan konstitusionalnya terutama terkait dengan keharusan untuk mengikuti kembali proses verifikasi yang sangat melelahkan dan memakan biaya besar jika ingin kembali mengikuti pemilihan umum pada masa mendatang.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pada intinya substansi permohonan adalah tidak ingin lagi mengikuti verifikasi administratif maupun faktual karena Partai Garuda sudah diverifikasi pada tahapan pemilihan umum 2019 lalu. Partai Garuda dinyatakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) ketika itu lolos verifikasi dan dinyatakan sebagai partai politik peserta pemilihan umum 2019.

Jadi, untuk mengikuti pemilihan umum serentak pada 2024 mendatang, Partai Garuda tidak ingin lagi diverifikasi secara administratif maupun faktual. Mengikuti dua jenis verifikasi itu prosesnya sangat melelahkan dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Itulah potensi kerugian konstitusional yang akan dialami dan diderita oleh Partai Garuda sebagai pemohon apabila ketentuan Pasal 73 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak diperbaiki oleh Mahkamah Konstitusi.

Esai ini menyigi dua hal penting. Pertama, bagaimana putusan Mahkamah Konstitusi dalam permohonan Partai Garuda ini? Kedua, bagaimana dampak putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pemilihan umum serentak pada 2024 mendatang?

Dua pertanyaan ini sangat penting dijawab karena tahapan pemilihan umum salah satunya adalah tahapan verifikasi partai politik secara administratif maupun faktual. Dua tahapan ini sangat penting untuk memastikan kesiapan partai politik sebagai calon peserta pemilihan umum.

Ini adalah sebuah tahapan penting dari semua rangkaian tahapan pemilihan umum pada 2024 mendatang yang akan dilakukan kembali secara serentak, yaitu pemilihan presiden dan/atau wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota digelar pada hari yang sama.

Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara pengujian undang-undang a quo sungguh mengejutkan publik. Lembaga yang diberi kewenangan untuk menjaga dan mengawal konstitusi tersebut menetapkan putusan yang pada pokoknya bahwa partai politik yang saat ini memperoleh kursi di DPR atau partai politik yang sudah lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4% pada pemiliha umum 2019 lalu hanya wajib mengikuti verifikasi administratif dan tidak perlu lagi mengikuti verifikasi faktual.

Artinya, sembilan partai politik saat ini yang memiliki kursi di parlemen hanya mengikuti pemeriksaan administratif dari penyelenggara pemilu (baca: Komisi Pemilihan Umum atau KPU). Apabila persyaratan administratif telah dinyatakan lengkap, otomatis layak menjadi partai politik peserta pemilihan umum 2024 mendatang.

Komisi Pemilihan Umum tidak perlu lagi memverifikasi secara faktual untuk mengecek kebenaran syarat administratif yang diperiksa itu di kondisi riil. Apakah partai politik itu memiliki kantor yang tetap, persyaratan 30% keterwakilan perempuan dipenuhi atau tidak, struktur keanggotaan yang valid dan memastikan orangnya benar-benar ada atau tidak, tak perlu lagi dilakukan.

Pokoknya jika Komisi Pemilihan Umum sudah melakukan pemeriksaan administratif dan dinyatakan lolos maka partai politik itu dinyatakan sebagai partai politik peserta pemilihan umum dan berhak merekrut anggota untuk dicalonkan pada jabatan publik di lembaga legislatif maupun di lembaga eksekutif.

Bagaimana dampak putusan Mahkamah Konstitusi bagi partai politik yang saat ini tidak mendapatkan kursi di parlemen atau yang tidak lolos ambang batas parlemen? Dalam putusannya Mahkamah Konstitusi menyatakan partai politik tersebut harus mengikuti verifikasi baik administratif maupun faktual.

Kesetaraan

Banyak kalangan yang menyatakan Mahkamah Konstitusi telah membuat putusan yang berbeda. Pada pemilihan umum 2014 dan 2019 diterapkan kesetaraan dan perlakuan yang sama terhadap seluruh partai politik peserta pemilihan umum.

Partai politik yang memeliki kursi di DPR maupun partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR harus mengikuti verifikasi administrasi maupun faktual. Putusan yang seperti ini tentu sangat menguntungkan partai politik yang memiliki kursi di parlemen saat ini.

Partai-partai politik itu ”dibantu” oleh Mahkamah Konstitusi dan ia tidak perlu repot-repot lagi mengikuti verifikasi faktual. Partai politik nonparlemen harus berjibaku menyiapkan segala persyaratan agar verifikasi administrasi dan faktual dapat dipenuhi dan dinyatakan memenuhi syarat sebagai  partai politik peserta pemilihan umum.

Jamak proses verifikasi merupakan tahapan yang paling ditakuti partai politik, apalagi di tengah persyaratan pendirian partai politik yang sangat ketat saat ini. Bila partai politik dinyatakan tidak lolos dalam dua tahapan verifikasi itu berarti gagal menjadi partai politik peserta pemilihan umum pada 2024 mendatang.

Putusan Mahkamah Konstitusi itu telah mencederai salah satu asas pemilihan umum, yakni adil. Asas ini sangat penting karena ditempatkan setelah asas jujur. Saya berpandangan keadilan di sini tidak saja pada tahapan pelaksanaan pemilihan umum, tetapi juga harus diletakkan pada tahapan pra pelaksanaan pemilihan umum.

Dalam asas keadilan ini semestinya partai politik calon peserta pemilihan umum memiliki titik berangkat yang sama untuk menjadi partai politik peserta pemilihan umum. Jika mengacu putusan Mahkamah Konstitusi tersebut jelas tidak tercipta keadilan bagi partai politik calon peserta pemilihan umum.

Ketimpangan keadilan elektoral pemilihan umum sangat tampak di sini. Pemandangan ketidakadilan akan tampak dalam pemilihan umum 2024. Di tengah partai politik nonparlemen sibuk dengan dua tahapan verifikasi, partai politik yang punya kursi di parlemen sudah bisa mengerjakan tahapan lainnya.

Kita juga mempertanyakan hakim Mahkamah Konstitusi. Kenapa putusannya jauh berbeda dengan putusan terdahulu? Akhirnya, ketika Mahkamah Konstiusi sudah mengetuk palu maka semua pihak harus menghormatinya. Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan tidak ada lagi upaya hukum untuk mengujinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya