SOLOPOS.COM - Ilustrasi wanita berjilbab. (Bisnis-Istimewa)

Solopos.com, JOGJA — Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia (Samin) menilai kasus pemaksaan jilbab bagi siswi di SMAN 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul, menodai status Provinsi Layak Anak 2022 yang diterima Daerah Istimewa Yogyakarta. Yayasan Samin menyesalkan adanya kejadian tersebut.

“Mencermati perkembangan situasi atas kasus pemaksaan pemakaian jilbab bagi seorang siswi di SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul, DI Yogyakarta, Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia [Samin] Yogyakarta sebagai salah satu institusi yang peduli terhadap hak anak, perlu memberikan tanggapan,” kata Fathuddin Muchtar, Ketua Pengurus Samin Yogyakarta, Kamis (4/8/2022).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dia menyampaikan pihaknya sangat menyesalkan kejadian tersebut karena memberikan dampak trauma psikis pada anak. Padahal sikap pemaksaaan itu bertentangan dengan prinsip perlindungan anak.

“Menyesalkan kejadian tersebut karena praktik pemaksaan pakaian tertentu tidak sesuai dengan Permendikbud No. 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Di dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa “pakaian seragam muslimah digunakan oleh peserta didik muslimah karena keyakinan pribadinya” bukan karena sekolah mewajibkan menggunakannya,” tegas dia.

Baca Juga: Buntut Siswi Dipaksa Berjilbab, 4 Guru SMAN 1 Banguntapan Dinonaktifkan

Fathuddin meminta kepada Pemda DIY dan Pemkab atau Pemkot se-DIY untuk mengambil langkah tegas agar pihak sekolah tidak membuat aturan yang bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya.

Pihaknya mengingatkan Pemda DIY baru saja menerima penghargaan sebagai Provinsi Layak Anak tahun 2022. Menurut dia, tentu saja kejadian di atas sangat bertolak belakang dengan hak-hak anak yang menjadi acuan penilaian Provinsi Layak Anak.

“Meminta Pemda DIY dan Pemkab/Pemkot se-DIY untuk berkomitmen terhadap perwujudan Sekolah Ramah Anak yang menjadi salah satu indikator Kabupaten/Kota Layak Anak, dimana seluruh Kab/Kota wajib memenuhi dan melaksanakannya,” ujar dia.

Baca Juga: Belasan Mesin ATM di DIY Dibobol Kawanan Maling, Gunakan Modus Baru!

Yayasan Samin juga berharap kepada pemerintahan di wilayah DI Yogyakarta untuk memastikan agar kejadian serupa tidak terulang lagi di lingkungan pendidikan yang seharusnya wajib memberi perlindungan pada setiap peserta didik tanpa diskriminasi.

Dewan Pendidikan DIY

Atas kasus pemaksaan siswi berjilbab itu, Ketua Dewan Pendidikan DIY, Sutrisna Wibawa, mengatakan hak anak harus jadi prioritas utama dalam pendidikan. Pemenuhan hak anak, menurut dia, termasuk menghargai segala macam bentuk keputusan anak.

Dewan Pendidikan juga meminta sekolah untuk menggunakan pedagogik “momong”, “among”, dan “ngemong” untuk mengembangkan potensi tumbuh kembang anak.

Sutrisna menyebut “momong” dalam artian siswa didik dirawat secara tulus dan dengan penuh kasih sayang hingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang baik. Sedangkan ”among” dalam artian guru hendaknya dapat menjadi teladan bagi siswa-siswinya.

Baca Juga: Dipaksa Pakai Jilbab di Bantul, Sultan: Guru yang Dipindah, Bukan Siswi

Terkahir, “ngemong” dalam artian guru malakukan pengamatan sekaligus menjaga supaya siswa didik dapat mengembangkan potensi diri secara bebas dan bertanggung jawab. Intervensi guru hanya dilakukan pada saat siswa didik yang berada di jalan yang salah.

“Dengan tiga konsep pedagogi itu, tak ada insiden pemaksaan jilbab seperti yang sedang terjadi,” jelasnya, Kamis (4/8/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya