SOLOPOS.COM - Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo (Nurul Hidayat/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melayangkan surat cegah bepergian ke luar negeri terhadap tersangka kasus dugaan korupsi permohonan keberatan pajak PT Bank Central Asia (BCA) Hadi Poernomo. Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto surat cegah atas mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut telah disampaikan KPK ke Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM), Senin (21/4/2014) malam.

“Setahu saya sudah dilakukan dan surat dimaksud dikirimkan ke imigrasi kemarin malam,” ujarnya melalui pesan singkat, Selasa (22/4/2014).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pencegahan ini dilakukan, guna memudahkan proses penyidikan lebih lanjut. Jadi ketika yang bersangkutan dibutuhkan keterangannya, tidak sedang berada di luar negeri. Pencegahannya sendiri, ujar Bambang, akan berlaku untuk enam bulan ke depan. “Pencegahan berlaku untuk enam bulan ke depan,” terangnya.

Hadi disangka telah melakukan beberapa perbuatan merugikan keuangan negara semasa menjabat sebagai Dirjen Pajak.

Kasus ini berawal pada 17 Juli 2003 saat Bank BCA mengajukan keberatan pajak atas transaksi non perfomance loan (NLP) senilai Rp5,7 triliun kepada Direktur PPH. Bank BCA keberatan dengan nilai pajak yang harus dibayar karena nilai kredit macet mereka mencapai Rp 5,7 triliun.

“Pada 13 Maret 2004 direktur PPH mengirim surat pengantar risalah keberatan langsung pada Dirjen pajak yang berisi telaah dan kesimpulan. Kesimpulan itu langsung ditujukan berupa surat pengantar risalah keberatan. Adapun hasil telaahnya berupa kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak PT BCA ditolak,” ujar Ketua KPK Abraham Samad di Gedung KPK, Jakarta, Senin (21/4/2014).

Namun, Hadi Purnomo yang saat itu duduk sebagai Dirjen Pajak pada 17 Juli 2004  merubah kesimpulan yang semula dinyatakan menolak menjadi menerima seluruh permohonan PT Bank BCA. Yang mencurigakan kesimpulan itu dikeluarkan satu hari sebelum jatuh tempo pembayaran pajak Bank BCA pada 18 Juli 2004.

“Kemudian saudara HP (Hadi Poernomo) mengeluarkan SKPN, tanggal 18 Juli 2004 yang memutuskan menerima seluruh permohonan wajib pajak, sehingga tidak ada cukup waktu bagi Dirjen PPH untuk menelaah,” jelas Abraham.

Hal mencurigakan lainnya, Hadi Poernomo justru mengabaikan adanya fakta materi keberatan yang sama oleh bank lain. Padahal kecenderungan kasus sama. “Di sinilah duduk persoalan kasus tersebut,” ujarnya.

Masalah lain adalah, tahun pajak yang dibebankan kepada Bank BCA adalah tahun 1999. Namun, BCA baru mengirimkan surat keberatan pada 2003. Untuk itu sejauh ini KPK masih mendalami ada tidaknya penerimaan yang diterima oleh Hadi Poernomo terkait kasus ini.

KPK menjerat Hadi dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atas perbuatan Hadi itu, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 375 miliar.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya