SOLOPOS.COM - Dahlan Iskan (JIBI/Solopos/Antara/Teresia May)

Kasus mobil listrik bisa menjadi jeratan berikutnya terhadap Dahlan Islan.

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan dapat dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejakgung) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 16 mobil listrik yang dinilai bermasalah dengan nilai proyek Rp32 miliar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun hal tersebut dapat dilakukan jika pihak Kejaksaan Agung (Kejakgung) menemukan keterlibatan peranan Dahlan Iskan dalam pelaksanaan proyek mobil listrik itu. Penegasan tersebut disampaikan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada Bisnis/JIBI di Jakarta, Minggu (28/6/2015).

“Misalnya DI [Dahlan Iskan] menyuruh bayar meski pekerjaan belum selesai atau perintahkan pembayaran lunas dimuka sebelum pekerjaan dimulai,” tuturnya.

Namun menurut Boyamin Saiman, Kejakgung tidak dapat menetapkan pemilik Jawa Pos Group tersebut sebagai tersangka jika tidak ditemukan unsur campur tangan yang bersangkutan dalam proyek itu. Jika Kejakgung tetap menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka, maka Dahlan Iskan merupakan korban.

“Kalau tidak ada unsur campur tangan pelaksanaan, maka mestinya DI tidak bisa jadi tersangka. Sehingga kalau dipaksakan maka DI hanya korban kesalahan anak buahnya yang tidak becus bekerja,” kata Boyamin.

Pekan ini, Kejakgung kembali mendalami kasus mobil listrik yang telah menyeret dua orang sebagai tersangka, yaitu Direktur Utama PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi (DA); dan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia, Agus Suherman (AS).

Hingga saat ini, dua orang tersangka itu masih bebas. Dalam kasus tersebut, Dahlan Iskan masih berstatus sebagai saksi yang telah bolak-balik ke Kejakgung untuk dimintai keterangan. “Sudah diagendakan pemanggilan dua tersangka pekan ini,” tutur Kasubdit Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Sarjono Turin.

Turin menjelaskan bahwa proyek pengadaan mobil listrik tersebut bermasalah lantaran mesinnya cepat panas jika dijalankan sejauh 26 KM/jam. Karena itu, mobil tidak diizinkan melintas di jalan raya oleh Kementerian Perhubungan.

“Baru jalan 26 km langsung overhaul dan mesinnya panas. Padahal, mobil itu harus menjalani perjalanan sepanjang 95 km dalam uji coba laik mobil,” kata Turin.

Selain itu, Turin juga khawatir jika proyek mobil listrik tersebut mendapat izin melintas di jalan raya oleh Kementerian Perhubungan, maka pemegang merek Toyota dari Jepang akan menggugat Indonesia. Pasalnya, salah satu mobil listrik bermerk Ahmadi merupakan hasil modifikasi dari Mobil Jepang Toyota Alphard tahun 2015 yang mesinnya dicopot dan diganti dengan mesin listrik.

Untuk perubahan dan modifikasi mobil Toyota Alphard menjadi Ahmadi tersebut telah menghabiskan biaya sekitar Rp300 juta. Sedangkan biaya yang dianggarkan Rp2,1 miliar. Padahal, Toyota Alphard keluaran terbaru on the road hanya Rp1,8 miliar.

Inisiatif pembuatan mobil listrik sebanyak 16 unit oleh mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan tersebut dimaksudkan untuk membantu kelancaran pelaksanaan Konferensi Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) 2013. Proyek itu menelan anggaran Rp32 miliar dari sumbangan BUMN PT Perusahaan Gas Negara (PGN), Pertamina (Persero), dan PT Bank BRI Tbk.

Sebelumnya, pengadaan mobil listrik terjadi ketika tiga perusahaan BUMN, yakni BRI, PGN, dan PT Pertamina (Persero) menjadi sponsor kegiatan operasional konferensi forum kerja sama APEC di Nusa Dua, Bali, Oktober 2013. Kegiatan sponsorsip itu dilakukan atas permintaan Dahlan saat menjabat sebagai Menteri BUMN.

PT Sarimas Ahmadi Pratama sebagai perancang mobil listrik menerima pesanan proyek dari tiga BUMN tersebut. BRI memesan empat bus listrik dan satu unit mobil jenis multipurpose vehicle (MPV). Sedangkan PGN meminta dibuatkan empat bus dan satu unit MPV dan Pertamina memesan enam unit MPV.

Kemudian jenis mobil listrik yang disiapkan dalam forum APEC saat itu adalah jenis bus, executive car, dan sport selo yang diklaim sudah lolos tes serta sertifikasi Kementerian Perhubungan. Mobil ramah lingkungan itu digunakan untuk mengangkut para delegasi dari berbagai negara yang menghadiri forum.

Namun, mobil listrik tersebut akhirnya tak bisa digunakan dan dihibahkan kepada sejumlah universitas di antaranya Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, dan Institut Teknologi Bandung.?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya