SOLOPOS.COM - Ilustrasi penipuan. (doc)

Solopos.com, SOLO — Polresta Solo telah menaikkan status penanganan kasus mafia tanah di kawasan Laweyan, Solo, dari penyelidikan menjadi penyidikan. Dengan naiknya status tersebut, gugatan praperadilan yang dilayangkan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) terhadap Polresta Solo dicabut.

Kasatreskrim Polresta Solo, Kompol Djohan Andika, kepada wartawan, Kamis (3/2/2022), mengatakan pada kasus tersebut ada dugaan pemalsuan dokumen. “Itu kami duga ada [Pasal] 263, pemalsuan tanda tangan, atau memberikan keterangan yang tidak benar,” katanya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mengenai penetapan tersangka, Djohan mengatakan saat ini belum ada karena dari penyidik masih menunggu keterangan ahli. “Penetapan tersangka belum, namun kami sudah meningkatkan statusnya ke penyidikan. Sekarang kami fokus ke pemeriksaan ahli. Ahli forensik dan ahli pidana,” jelasnya.

Baca Juga: Waduh, Polresta Solo Digugat Praperadilan Gegara Kasus Mafia Tanah

Djohan mengatakan saat ini polisi sudah mengumpulkan bukti awal terkait kasus dugaan mafia tanah dengan korban warga Solo itu. Termasuk bukti pembayaran dan surat atau dokumen yang diduga palsu dan sebagainya.

Sementara itu Ketua LP3HI, Arif Sahudi, mengatakan setelah gugatan praperadilan yang didaftarkan pada 18 Januari 2022 di Pengadilan Negeri Solo ternyata mendapat respons positif dari penyidik dengan melakukan langkah-langkah menaikkan proses dari penyelidikan menjadi penyidikan.

Pencabutan Gugatan

“Bahwa oleh karena atas proses hukum kasus mafia tanah tersebut sudah naik menjadi penyidikan. Sebagaimana disampaikan penyidik Polresta Solo, melalui surat tanggal 24 Januari 2022 kepada klien kami juga sudah disampaikan SPDP sudah dikirim ke Kejaksaan Negeri Solo,” katanya melalui keterangan tertulis kepada Solopos.com, Kamis.

Baca Juga: Resah dengan Ulah Mafia Tanah? Laporkan ke Kejari Solo Lewat Nomor ini

Dengan begitu, Arif menambahkan maksud dan tujuan permohonan praperadilan menjadi kehilangan objek, sebab perkara dugaan mafia tanah Solo sudah naik ke penyidikan dan SPDP sudah dikirim.

“Maka permohonan praperadikan tersebut sudah kami cabut melalui surat pada 28 Januari 2022 kepada Majelis Halim pemeriksaan perkara, dan memohon agar dicoret dari register perkara,” jelasnya.

Menurutnya, surat pencabutan tersebut juga sudah ditembuskan kepada Kapolresta Solo dan Kasatreskrim Polresta Solo. LP3HI juga menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada penyidik yang proaktif atas perkara mafia tanah tersebut.

Baca Juga: Kronologi Lengkap Kasus Mafia Tanah Berujung Praperadilan Polresta Solo

Selanjutnya LP3HI Solo akan tetap mengawal penanganan kasus mafia tanah tersebut. Sebelumnya, ia menjelaskan pengajuan permohonan praperadilan itu bermula ketika dirinya didatangi oleh seorang wanita dengan identitas HN.

HN menceritakan kasusnya belum kunjung selesai hingga saat ini meski sudah dilaporkan ke polisi sejak dua tahun silam. Arif menjelaskan pada awal 2018, HN meminjam uang untuk tambahan modal usaha senilai Rp10 juta kepada seseorang yang bernama Samyuda tanpa jaminan.

Kronologi Kasus

Namun HN hanya menerima uang senilai Rp8,5 juta, dipotong Rp1,5 juta untuk bunga. Pada waktu yang berdekatan, HN meminjam lagi uang Rp10 juta kepada orang yang sama dan lagi-lagi hanya menerima Rp8,5 juta.

Baca Juga: Personel Polresta Solo Dites Swab untuk Antisipasi Omicron, Hasilnya?

HN menjanjikan akan melunasi dua pinjaman tersebut dalam waktu dua bulan. Pada pinjaman kedua, HN menyerahkan jaminan berupa sertifikat tanah milik keluarganya dengan luas sekitar 228 meter persegi di wilayah Karangasem, Laweyan, Solo.

Sekitar sebulan kemudian, HN yang pulang dari luar Jawa, menghubungi Samyuda dengan tujuan melunasi kedua utangnya. Namun Samyuda meminta HN menghubungi seseorang bernama Joko Eko Budi Prasetyo jika ingin melunasi utang.

Setelah menghubungi orang tersebut, HN diminta membawa uang Rp25 juta dan harus dibawa ke lokasi pertemuan yang disepakati, yakni sebuah hotel di Solo. Namun setelah dituruti, HN tidak bisa menemui Joko yang tidak berada di hotel yang dimaksud.

Baca Juga: Polresta Solo Ungkap 8 Kasus Narkoba, 10 Orang Ditangkap

Sejak saat itu Joko sulit dihubungi. Selang beberapa waktu, HN justru mendengar informasi sertifikat tanah yang dijaminkan diduga telah dijaminkan oleh Joko di BPR Artha Daya, Jajar, Laweyan, Solo, untuk mendapat uang pinjaman Rp250 juta.

Joko diduga menyuruh seseorang untuk seolah-olah menjadi atas nama pemilik tanah untuk tanda tangan sebagai penjamin. Sedangkan Joko mengaku menjadi anak pemilik tanah tersebut, sehingga uang pinjaman bisa cair.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya