SOLOPOS.COM - Bangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (24/2/2016). Kejaksaan Agung menaikkan status menjadi penyidikan terkait perkara dugaan korupsi pembangunan secara ilegal gedung Menara BCA dan apartemen Kempinski yakni kontrak kerja sama antara perusahaan hotel badan usaha milik negara (BUMN) PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dengan PT Grand Indonesia yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp1,2 triliun. (JIBI/Solopos/Antara/Muhammad Adimaja)

Kasus Grand Indonesia dengan proyek pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski sampai ke DPR. Namun, tak ada jawaban memuaskan dari Kementerian dan BUMN terkait.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi VI DPR meminta pemerintah memanggil jajaran direksi lama PT Hotel Indonesia Natour (Persero) dan sejumlah pihak terkait kasus potensi kerugian negara hingga Rp1,3 triliun yang melibatkan PT Grand Indonesia.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Kami meminta direksi lama yang ikut membahas tentang draf kontrak dipanggil begitu juga dengan konsultan-konsultan yang mendampingi,” kata Ketua Komisi VI DPR Hafisz Tohir dalam rapat dengar pendapat dengan PT HIN dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Senin (29/2/2016).

Pasalnya, DPR memandang kontrak kerja sama yang melibatkan perusahaan perhotelan pelat merah dan Grand Indonesia itu sangat timpang. Perjanjian tersebut cenderung membuat PT HIN berada di posisi minor sedangkan Grand Indonesia memperoleh kewenangan yang begitu besar.

Dalam RDP tersebut, anggota dewan mencecar Kementerian BUMN dan perseroan terkait kontrak itu. Namun, keduanya tak bisa memberikan jawaban yang diinginkan karena deputi yang membawahi PT HIN dan direksi PT HIN baru diangkat tahun lalu.

“Kami belum bisa jawab kalau kenapa-kenapanya, karena kami masih baru,” kata Deputi Bidang Usaha Energi Logistik Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN, Edwin Hidayat Abdullah.

DPR menegaskan pihaknya tak akan mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan atas kasus tersebut di Kejaksaan Agung. Namun lembaga tersebut menginginkan adanya amandemen kontrak antara pihak-pihak yang terlibat untuk mencegah potensi kerugian negara yang lebih besar.

Sebelumnya, PT Grand Indonesia membantah tuduhan bahwa pembangunan Menara Bank Central Asia (BCA) dan Apartemen Kempinski Residence di luar kontrak perjanjian dengan BUMN PT Hotel Indonesia Natour (HIN). “Setelah kita bicarakan sebenarnya kami sudah melakukan apa yang tertera di dalam perjanjian,” kata Humas PT Grand Indonesia Dinia Widodo kepada Bisnis/JIBI, Rabu (24/2/2016).

Menurutnya, seluruh pembangunan yang dilakukan di atas tanah negara di kawasan Hotel Indonesia, Jakarta, sudah sesuai dengan kontrak yang telah disepakati kedua belah pihak. Selain itu, PT Grand Indonesia pun merasa tidak pernah ada masalah selama ini dengan PT HIN selaku pihak BUMN dalam kontrak itu.

“PT HIN ada kantor juga di Menara BCA, setahu saya kalau tidak salah. Saya ngobrol sama direktur saya ya hubungannya baik dengan Direksi PT HIN,” jelasnya. Oleh karena itu pihaknya saat ini menyerahkan proses penyidikan kasus ini sepenuhnya ke Kejakgung.

Kejakgung pada Selasa (23/2/2016) telah mengeluarkan surat perintah penyidikan (Sprindik) dugaan tindak pidana korupsi antara PT HIN dengan PT Grand Indonesia. Sprindik tersebut terdaftar dengan nomor Prin-10/F.2/Fd.1/02/2016.

Menurut Kejakgung, pemilik sebagian besar saham PT Grand Indonesa, PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI), menjadi pemenang lelang pengelolaan kawasan Hotel Indonesia, Jakarta, dengan sistem kontrak build, operate, transfer (BOT) pada 2004 lalu. Kemudian sesuai kontrak tersebut, PT Grand Indonesia membangun satu hotel bintang lima, dua pusat perbelanjaan, dan sebuah fasilitas parkir.

Namun, PT CKBI membangun dan mengelola Menara BCA dan Apartemen Kempinski Residence yang tidak tercantum dalam kontrak BOT. Akibatnya, negara tidak menerima pendapatan operasional dari dua bangunan itu. Dari sinilah Kejakgung menduga negara mengalami kerugian sebesar Rp1.290.000.000. Angka tersebut masih bersifat sementara dan masih dalam penghitungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya