SOLOPOS.COM - Pendeteksi suhu badan penumpang yang bekerja otomatis sedang diuji coba di Stasiun KRL Commuter Line Sudirman, Senin (13/4/2020). Meskipun detektor suhu badan itu ada, petugas masih memeriksa suhu penumpang secara manual. (Bisnis-Aziz Rahardyan)

Solopos.com, JAKARTA -- Kasus 3 penumpang KRL Jabodetabek yang positif Covid-19 membuat sikap pemerintah pusat kembali dikritik. Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah pusat tak hanya meminta pemerintah daerah menuntaskan pandemi Covid-19 sendirian.

Beban tanggung jawab perlu diambil, salah satunya dengan memperketat Kereta Rel Listrik atau KRL, bahkan bila perlu menyetop total operasinya. Hal itu disampaikan oleh Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyikapi tiga orang penumpang KRL yang dinyatakan positif Covid-19.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Prank Bantuan Makanan Sampah, Rekan Ferdian Paleka Ditangkap Polisi

Sebelumnya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam akun media sosial resminya, Minggu (3/5/2020). Dia mengungkapkan adanya tiga orang yang positif Covid-19 dari hasil tes PCR terhadap 325 orang penumpang KRL Jabodetabek di Stasiun Bogor.

Ridwan Kamil pun menyoroti masih padatnya pengguna KRL di tengah status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah Jabodetabek. Dia pun menghendaki jalan keluar dari Gugus Tugas Covid-19 nasional dan Kementerian Perhubungan.

3 Penumpang Positif Covid-19, KRL Jabodetabek Kapan Ditutup?

Tulus Abadi mengungkapkan bahwa masih beroperasinya KRL merupakan salah satu bukti cacat regulasi PSBB. Ini karena KRL Jabodetabek jelas-jelas berpotensi besar menularkan Covid-19.

"Jika KRL tak dilarang, maka PSBB menjadi tidak efektif, bahkan potensi penularannya makin luas. Maka seharusnya KRL itu setop operasi dalam masa PSBB, minimal selama 2 minggu, karena tidak ada di dunia manapun dalam masa lockdown angkutan massal seperti KRL boleh beroperasi," ungkapnya kepada Bisnis, Senin (4/5/2020).

Cerita Lengkap Ferdian Paleka Ngeprank Bagikan Sampah Ke Waria Hingga Rumahnya Digeruduk Massa

Menyaring Penumpang

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menjelaskan hal serupa. Menurutnya pemerintah pusat harus ikut membereskan masalah kepadatan KRL Jabodetabek di tengah pandemi Covid-19. Sebab akar masalah ada pada ego sektoral antarkementerian itu sendiri.

"Kita lihat awal-awal [PSBB] itu ada masalah soal Ojol. Sekarang soal operasional perusahaan yang harus setop selama PSBB, tapi dari Kementerian Perindustrian malah memperbolehkan. Jadi banyak perusahaan yang kembali bekerja. Ini berpengaruh ke kepadatan angkutan umum KRL," ungkapnya kepada Bisnis, Senin (4/5/2020).

Ferdian Paleka: Prank Makanan Sampah hingga Permintaan Maaf Palsu

Namun sudah ada 3 penumpang terinfeksi Covid-19, Trubus lebih menekankan agar KRL Jabodetabek jangan disetop. Tapi operasinya benar-benar disaring atau hanya diperbolehkan untuk pelanggan tertentu.

Menurut Trubus, pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta harus sejalan dan bekerja sama dalam menegakkan aturan operasional perusahaan selama PSBB.

500 TKA Asal China Masuk Sulawesi Tenggara, Pemerintah Dinilai Keras Kepala

Hal ini juga diungkap pula oleh VP Corporate Communications PT Kereta Commuter Indonesia Anne Purba. Kerja sama dengan pemerintah daerah merupakan kunci.

Anne mengungkap bahwa urusan pekerjaan, terutama jam kerja para pelanggan punya pengaruh besar. Ketika awal PSBB di tengah pandemi Covid-19, kepadatan KRL Jabodetabek kerap berada di jam berangkat kerja.

Jumlah Kunjungan Wisman Anjlok, Apa Kabar Dana Rp72 M untuk Influencer?

Namun kini, setelah memasuki Ramadan, kepadatan pun terjadi menjelang waktu berbuka puasa. Ini karena banyak pengguna pulang kerja yang berkonsentrasi mengejar jadwal KRL yang memungkinkan mereka berbuka di rumah.

"Diperlukan kepedulian masyarakat dalam menggunakan KRL. Jam masuk dan pulang kerja yang bersamaan memang jadi tantangan, namun kami mengajak para pengguna untuk tetap bersabar menunggu KRL yang kosong agar tetap menjaga physical distancing," ungkap Anne.

PDP Covid-19 di Bantul Meninggal Usai Melahirkan, Bayinya Jadi PDP

Cara Kreatif

Ahli Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyarankan pemerintah pusat turun tangan. Menurutnya, bahwa aturan-aturan yang lebih kreatif diperlukan untuk mengatasi masalah KRL Jabodetabek di tengah pandemi virus corona.

Menurut Pandu, aturan operasional perusahaan di Jakarta tidak bisa hanya begitu saja antara "buka" atau "tutup". Pemerintah harus punya strategi mengakali para perusahaan yang masih beroperasi agar permintaan layanan angkutan.

18 Provinsi Tanpa Kasus Positif Covid-19 Baru, Ini Sebarannya



Misalnya, membagi segmen-segmen perusahaan yang padat agar tak masuk dan pulang kerja secara bersamaan. Bisa juga meminta perusahaan Jabodetabek menerapkan ganjil-genap sesuai hari lahir atau ID KTP agar pekerja tak berdesakan di KRL dan mengurangi potensi penularan Covid-19.

"Jadi pengawasannya bisa jelas. Penjaga di depan stasiun atau halte jadi punya mekanisme mengecek para pelanggan. Apa ada yang bohong, misal ternyata tidak masuk kerja jam pada jam itu. Kalau ganjil-genap bisa dicek yang boleh masuk stasiun pekerja yang lahir di hari ganjil. Jadi pembatasan memang butuh kecerdasan, akal, taktik, strategi," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya