SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekeringan. (JIBI)

Solopos.com, GROBOGAN — Musim kemarau selalu menjadi persoalan khusus bagi sebagian warga di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah yang tinggal di kawasan gunung kapur. Sumur-sumur di perkampungan bahkan sungai pun mengering hingga membuat warga harus berburu air di mata air yang letaknya di tengah hutan.

Wilayah Grobogan yang selalu mengalami kekeringan adalah Desa Monggot, Kecamatan Geyer. Setiap bulan September, mata air sumur warga selalu mengering dan membuat mereka harus bersusah payah menembus belantara hutan untuk ngangsu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berdasarkan pengamatan  langsung yang dilakukan oleh wartawan Detik.com yang mendatangi Alas Kepoh, Dusun Genengsari, Desa Monggot, Kecamatan Geyer  pada 6 September 2019 silam dan dikutip Solopos.com, Rabu (30/9/2021), akses menuju lokasi mata air berupa jalan setapak yang biasanya dilalui sepeda motor, sepeda, dan pejalan kaki. Medannya pun tidak mudah dilalui, karena jalannya berliku dan naik turun serta jaraknya sekitar 500 meter dari Jalan Raya Solo-Purwodadi.

Baca Juga: Wali Kota Sebut Patung Bung Karno di Semarang Bakal Jadi Landmark Baru

Indah, salah satu warga Dusun Genengsari yang rutin mengambil air di sumur tengah hutan selama musim kering di Kabupaten Grobogan
Indah, salah satu warga Dusun Genengsari yang rutin mengambil air di sumur tengah hutan selama musim kering di Kabupaten Grobogan (Sumber: Detik.com)

Letak sumur itu berada di kaki bukit dengan diameter sekitar dua meter. Genangan air sumur terlihat di kedalaman sekitar tujuh meter. Bibir sumur hanya berbentuk bebatuan yang ditata sedemikian rupa. Begitu juga dinding yang juga berupa bebatuan yang tampak tertata.

Sumur ini ramai setiap hari selama musim kering atau kemarau, terutama pada pagi hari sekitar 07.00 WIB hingga siang. Serta sore hari sekitar 16.00 WIB hingga malam hari.

Salah satu warga yang mengambil air di sumur itu bernama Indah, dia mengaku setiap hari saat musim kemarau harus menyusuri hutan belantara hanya untuk mengambil air di mata air sumur tersebut. Indah mengaku bahwa jalannya berliku sehingga harus hati-hati.

Dia mengambil air di sumur tersebut untuk kebutuhan minum, memasak dan mandi anak-anaknya. Indah mengaku bahwa dia mengalami krisis air selama tiga sampai empat bulan. Indah selalu membawa dua jeriken yang dia bawa menggunakan sepeda motor yang sudah dipasang kerankang untuk menampung jeriken tersebut. Dia mengaku harus bolak-balik sampai empat kali untuk mengambil air.

Baca Juga: Sebar Video Hoaks Penculikan Anak, Pria Magelang Diciduk Polisi

Warga lain yang juga sering datang ke sumur mata air tersebut adalah Sudarto. Setiap kali mengambil air, dia harus bolak-balik sampai empat kali untuk memenuhi tandon air di rumahnya. Dia mengaku datang ke sumur ini setiap dua kali sehari selama musim kemarau.

Respon Pemerintah Dalam Tanggap Bencana Kekeringan di Kabupaten Grobogan

Sementara itu dikutip dari Bpbd.grobogan.go.id, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Grobogan, Endang Sulistyoningsih mengatakan bahwa daerah bencana kekeringan terjadi di 116 desa di 15 kecamatan. Dari 15 kecamatan ini, ada tiga kecamatan yang kekeringannya dinilai paling parah, yaitu Kecamatan Gabus, Kecamatan Kradenan dan Kecamatan Kedungjati.

Dalam hal ini, BPBD Kabupaten Grobogan telah melakukan langkah-langkah konkret, seperti melakukan pemetaan daerah rawan bencana kekeringan, melakukan dropping air bersih di daerah rawan kekeringan, hingga memberikan imbauan kepada masyarakat terkait ancaman musibah/bencana akibat musim kemarau. Selain itu, pihaknya juga melakukan koordinasi dengan dunia usaha di Kabupaten Grobogan.

Baca Juga: Penyelidikan Korupsi Tanah Bulog di Grobogan Tuntas, Ini Hasilnya

BPBD Kabupaten Grobogan mendistribusikan air bersih sebanyak 325 tangki atau 1.431.000 liter untuk 80 desa di 13 kecamatan yang terdampak kekeringan
BPBD Kabupaten Grobogan mendistribusikan air bersih sebanyak 325 tangki atau 1.431.000 liter untuk 80 desa di 13 kecamatan yang terdampak kekeringan(Sumber: BPBD Kabupaten Grobogan)

Pada 2019 lalu, tercatat BPBD Kabupaten Grobogan telah menyalurkan bantuan air bersih sejak awal musim kering di tahun tersebut hingga 5 Juli 2019 yang disalurkan ke 11 kecamatan, 36 desa terdampak sebanyak 104 tangki atau 422.000 liter.

Berdasarkan perkiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, kekeringan pada 2019 ini sudah dimulai sejak bulan Mei. Hal ini ditandai dengan menurunnya curah hujan di Kabupaten Grobogan. Sedangkan puncak kekeringan terjadi pada Agustus hingga September. Endang menambahkan, bencana kekeringan hampir terjadi tiap tahun. Pada tahun 2018 lalu, ada 92 desa di 15 kecamatan yang mengalami bencana kekeringan.

Baca juga: Sirkuit di Boyolali Berkelas Internasional, Tak Kalah dari Mandalika

Untuk menanggulangi bencana kekeringan pada September 2020 lalu, BPBD Kabupaten Grobogan telah mendistribusikan air bersih sebanyak 325 tangki atau 1.431.000 liter untuk 80 desa di 13 kecamatan yang terdampak kekeringan.

Dalam pendistribusian air bersih tersebut, BPBD Kabupaten Grobogan menggandeng beberapa instansi terkait dan dunia usaha seperti Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Grobogan, Palang Merah Indonesia (PMI) Grobogan, CSR PT Podo Rukun dan CSR lainnya.

Sementara itu, dikutiip dari Bmkg.go.id, curah hujan di Kabupaten Grobogan dinilai rendah akhir-akhir ini, bahkan hingga beberapa hari ke depan, cuaca di Kabupaten Grobogan lebih condong cerah dan berawan dengan suhu rata-rata dari 26 derajat celcius hingga 34 derajat celcius.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya