SOLOPOS.COM - Khofifah Indar Parawansa Berkampanye untuk Jokowi di Jember beberapa waktu lalu. (JIBI/Solopos/Antara/Seno)

Solopos.com, JAKARTA – Pemerintah sudah menelaah perangkat hukum terkait peluncuran kartu sakti berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

Demikian ungkap Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa seusai membuka KSN (Kesetiakawanan Sosial Nasional) Indotera Expo 2014 di Kalibata Jakarta, Sabtu (8/11/2014).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Cek saja dalam UU APBN [yang ditandatangani] 2013 tentang APBN 2014 kalau terkait program ada di DPR tapi jenis kegiatannya di pemerintah,” kata dia.

Khofifah menjelaskan, dasar hukum yang digunakan pemerintah untuk meluncurkan kartu sakti tersebut selain UU APBN yang disahkan 2013, adalah UU MD3 dan Keputusan Mahkamah Konstitusi.

“Cek saja dalam Pasal 98 UU MD3, pasal17 UU APBN 2013. Supaya enak supaya enak cocokkan di situ keputusan MK Nomor 35 tahun 2013. Kalau DPR terkait program sedangkan kegiatan terkait pemerintah asal tidak mengurangi volume dan output,” tambah dia.

Nomenklatur

Ia menjelaskan hal tersebut karena DPR mempermasalahkan peluncuran KIS, KIP, dan KKS.

“Banyak yang mempermasalahkan nomenklaturnya. Ini soal jenis kegiatannya, program besarnya tetap pada program perlindungan sosial,” kata Khofifah.

Peluncuran KIS, KIP, dan KKS pada Senin (3/11) lalu diprsoalkan DPR karena dilakukan tanpa koordinasi dengan legislatif.

Sebelumnya Ketua Komisi IX Dede Yusuf mengatakan pemerintah harus mendapat persetujuan dari DPR bila ingin membuat dasar hukum bagi program jaminan sosial baru serupa BPJS yang diberi nama Kartu Indonesia Sehat (KIS).

“Kalau mau dibuat undang-undang tentang KIS, harus dengan persetujuan DPR. Tinggal bagaimana nanti. Apakah Undang-Undang BPJS dicabut dulu lalu membuat undang-undang baru atau bagaimana,” kata Dede Yusuf dihubungi di Jakarta, Rabu (5/11/2014).

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga mengatakan peluncuran berbagai kartu itu belum dibicarakan dan dikonsultasikan kepada DPR padahal iktikad baik pemerintah itu harus tetap berlandaskan konstitusi.

“Itu akan kacau kalau didorong ke arah hak angket, tidak ada nomenklatur belanja di negara yang kalau tidak ada dasar undang-undang boleh dilegalkan,” kata Fahri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya