SOLOPOS.COM - Ilustrasi tes Covid-19. (Reuters)

Solopos.com, SOLO -- Ketika negara-negara lain telah melewati puncak pandemi Covid-19 dan jumlah kasus yang terus turun, masyarakat Indonesia masih bertanya-tanya. Hingga hari ini, belum ada tanda-tanda kurva pandemi melandai atau turunnya jumlah kasus harian.

“Di negara lain seperti Tiongkok, Italia, Selandia Baru, dan Singapura, kurva corona sudah melewati puncak dan sudah melandai. Bukan karena keajaiban atau doa-doa yang dikirimkan secara masif oleh warga negara tersebut.”

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ungkapan itu disampaikan Profesor Sains, Teknologi, dan Hubungan Masyarakat dari Nanyang Technological University, Sulfikar Amir, melalui video berjudul Sociotalking Ep 08: Kapan Pandemi Covid-19 di +62 Mencapai Puncak?? Jawabannya adalah...... yang diunggah di kanal Youtube SOCIOTALKING, Jumat (31/7). Sulfikar mengizinkan Solopos.com mengutip pernyataannya dalam video tersebut.

Waduh! Ada Potensi 500.000 Kehamilan Akibat Pandemi Covid-19

“Jawabannya sebenarnya simpel, dan ini mungkin kabar buruk bagi kalian semua. Bahwa kurva corona masih akan terus naik di Indonesia selama masih ada orang yang bisa tertular virus corona,” kata Sulfikar.

Pada Jumat sore, jumlah kasus baru kembali menembus 2.000 kasus, tepatnya 2.040. Artinya, tren kasus harian masih cenderung naik. Bahkan Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo belum lama ini mengaku tak tahu kapan wabah akan berakhir.

Pernyataan Sulfikar itu juga menanggapi pengakuan ketidaktahuan Doni Monardo. Sementara beberapa negara seperti Italia, Spanyol, dan Singapura sudah melalui puncak kurva pandemi Covid-19, meski kini menghadapi ancaman gelombang kedua.

Gubernur Kepri Positif Covid-19 Usai Dilantik Presiden Jokowi

“Penjelasannya sederhana. Karena kurva pandemi tidak semata-mata terjadi sebagai sebuah fenomena alam. Memang pandemi corona ini disebabkan entitas biologis yang kita sebut virus, tapi kurvanya sendiri atau penyebarannya adalah refleksi dari respons masyarakat terhadap pandemi ini,” kata Sulfikar.

Dia menilai pandemi juga sebagai fenomena sosial karena penyebaran penyakit sangat dipengaruhi interaksi sosial dan perilaku masyarakat. Begitu pula respons pemerintah menghadapi pandemi sebelum vaksin tersedia. Menurutnya, kurva baru bisa melandai atau turun jika ada intervensi sosial yang efektif.

“Kata kuncinya intervensi sosial. Kurva mereka [ pandemi corona di China, Italia, Selandia Baru, dan Singapura ] turun dan melandai melewati puncak karena intervensi sosial yang dilakukan pemerintah di negara tersebut beserta masyarakatnya. Intervensi tersebut efektif menurunkan laju penularan,” ujarnya.

Kabar Duka: Adik Bungsu Gus Dur, Gus Im, Meninggal Dimakamkan di Jombang

Tanpa Intervensi Sosial

Bagaimana dengan Indonesia? Sulfikar memprediksi kurva akan terus naik karena intervensi sosial di Indonesia belum efektif menekan laju penularan. Bahkan, kata dia, intervensi yang benar-benar efektif nyaris tidak ada di Indonesia.

“Karena Indonesia itu belum pernah mengerjakan PR-nya dengan benar. Dan ketika PR sendiri belum selesai, tiba-tiba mau masuk ke kehidupan normal. Indonesia itu agak aneh memang, karena setelah dua-tiga bulan memasuki pandemi, tiba-tiba melakukan pelonggaran pembatasan sosial. Sementara pembatasan sosial sendiri tidak pernah  ketat. Jadi enggak tahu apanya yang mau dilonggarkan,” bebernya.

Selain memprediksi tak ada puncak pandemi corona di Indonesia, sosiolog yang kerap mengkritik penanganan Covid-19 itu juga menyayangkan sikap pemerintah yang dinilainya sibuk mengurus ekonomi untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi. Padahal, kata dia, pertumbuhan ekonomi tak akan pulih selama pandemi belum selesai.

Djoko Tjandra Ditangkap di Malaysia, Malam Ini Diterbangkan ke Jakarta

Tak Serius

“Saya melihat pemerintah Indonesia itu punya satu asumsi, dan mereka menganggap Covid-19 itu seperti banjir, akan surut sendiri. Makanya pembatasan sosial yang dilakukan juga setengah hati. Karena pemerintah menganggap virus corona akan hilang sendiri, maka mereka menunggu sambil mengurus persoalan ekonomi.”

Jadi, kata dia, puncak kurva pandemi corona segera terlampaui jika pemerintah serius menangani pandemi. “Selama intervensi pemerintah hanya sebatas persoalan ekonomi, maka kurva corona ini akan terus naik, naik, dan naik. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi akan terus turun, turun, dan turun.”

Sementara itu, kasus Covid-19 terus melonjak dan itu baru data kasus positif yang terkonfirmasi. Jumlah kasus sebenarnya berpotensi lebih banyak mengingat rasio kasus terkonfirmasi terhadap jumlah tes (positivity rate) masih tinggi. Semakin tinggi rasio itu menandakan masih tingginya potensi bertambahnya kasus.

Menag: Sembelih Hewan Kurban Harus di Tempat Terbuka dan Pakai Masker

Laporan terakhir Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 29 Juli menunjukkan positivity rate Indonesia masih berkisar 14%, jauh di atas ambang batas WHO 5%. Angka itu masih "tertolong" positivity rate DKI Jakarta yang masih berkisar 5%. Sedangkan positivity rate di luar DKI jauh lebih tinggi, yakni lebih dari 20% pada 20-26 Juli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya