SOLOPOS.COM - Produk batik warna alam (Evi Handayani/JIBI/Solopos/ilustrasi )

Kampung Batik Laweyan tidak sekadar menjadi tempat perajin batik yang melestarikan budaya, tapi juga perajin batik yang peduli lingkungan.

Solopos.com, SOLO – Sebuah kawasan perkampungan batik dengan konsep pembangunan berkelanjutan menjadi ciri khas Kampung Batik Laweyan Solo. Letak perkampungan yang berada di Jl. dr. Rajiman, Solo ini menjadi salah satu tujuan wisata menarik. Salah satu faktor menarik Kampung Batik Laweyan adalah terdapat perajin batik yang mengusung tema Batik Warna Alam.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebagaimana dijelaskan salah seorang perajin batik warna alam di Kampung Batik Laweyan, Achmad Sulaiman, kepada Solopos.com di kediamannya, Jumat (12/12/2014), ”Pada prinsipnya, batik warna alam itu batik yang menggunakan pewarna dari unsur tanaman, daun, batang, akar atau buah. Sejak dulu, sekitar abad ke-15 batik warna alam ini sebenarnya sudah ada. Kemudian sekitar 1930 masuk pewarna-pewarna buatan dari Eropa dan Jepang.”

Ketua Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan (FPKBL), Alpha Febela Priyatmono, Sabtu (13/12/2014) menuturkan konsep pembangunan berkelanjutan dimaksudkan sebagai sebuah konsep yang berbasis kelokalan, ramah lingkungan, dan bernilai jual. Kelokalan di sini artinya, menggunakan potensi masyarakat dan lingkungan Solo.

Ekspedisi Mudik 2024

Pernyataan Sulaiman tersebut, senada dengan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Solo yang menerangkan bahwa pewarna alami diperoleh dari bahan-bahan alam, seperti daun, kulit kayu, hingga akar. Pelbagai warna yang dihasilkan dari bahan alam tersebut adalah hitam, biru, cokelat, merah, kuning, ungu, oranye, dan hijau.

Berikut, tabel tanaman penghasil warna-warna yang digunakan oleh kelompok perajin batik warna alam.

No.

Tumbuhan Penghasil Warna

Warna yang Dihasilkan

1. trengguli hitam
2. indigofera biru
3. daun jambu cokelat
4. secang merah
5. mahoni krem
6. kayu manis abu-abu
7. kulit buah jalawe kekuning-kuningan
8. kulit manggis ungu
9. kunyit kuning dan oranye
10. daun mangga hijau
11. kulit kayu tingi kemerah-merahan

 

 

 

 

 

 

Sementara itu, terkait dengan pengembangan berkelanjutan, Alpha menjelaskan kepada Solopos.com saat ditemui di teras showroom-nya, FPKBL memiliki rencana ke depan demi mengembangkan batik warna alam yang ramah lingkungan. Rencana tersebut adalah mengedukasi masyarakat tentang pemanfaat tanaman perdu dan tentang inovasi energi beserta teknik pewarnaan batik warna alam.

Pemanfaatan Tanaman Perdu
Terkait dengan pengelolaan masyarakat, diwacanakan dengan memberi wawasan masyarakat mengenai tanaman apa saja yang dapat digunakan sebagai pewarna alami. Fokus yang sedang direncanakan adalah tanaman perdu.

Berbicara pemanfaatan tanaman, akan sampai pada akibat jangka panjang. Permasalahan tentang kelestarian ekosistem tumbuhan pun mulai dipikirkan sejak dini. Jika mengambil dari alam, maka sudah semestinya menjaga kehidupan alam.

Bermula dari pemahaman tersebut, FPKBL berharap dapat menjalin kerja sama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo untuk penanaman tanaman perdu di bantaran-bataran sungai Solo. Alasan pemilihan tanaman perdu, karena tanaman jenis ini memiliki siklus pertumbuhan yang cepat. Ketika bagian tanaman perdu dipetik atau dipangkas untuk bahan dalam proses pembuatan warna alami, tanaman jenis ini akan cepat tumbuh lagi.

Inovasi Energi dan Teknik Pewarnaan
Edukasi masyarakat tidak hanya mengenai pemanfaatan tanaman perdu dan cara pelestariannya, tapi juga inovasi energi dan teknik pewarnaan. Untuk dua hal tersebut, Alpha menyatakan akan menjalin kerja sama dengan para akademisi yang telah menemukan teknik pewarnaan batik dengan warna alam tanpa melalui proses perendaman yang lama.

Inovasi energi dan teknik pewarnaan tersebut dibutuhkan terkait dengan prose tersulit dari pembuatan batik warna alami ada pada proses pewarnaan. Proses pewarnaan dapat memakan waktu, sekitar 15 sampai 30 hari. Dengan inovasi yang dikembangkan oleh para akademisi di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), pewarnaan dengan warna alami dapat dilakukan dalam waktu singkat, sekitar dua jam saja.

Untuk inovasi energi, FPKBL mengedukasi masyarakat tentang energi ramah lingkungan. Energi ramah lingkungan adalah energi yang tidak banyak menimbulkan polusi, efektif, dan efisien. Terkait dengan itu, Alpha menekankan keefektifan dan keefisienan tersebut kepada masyarakat agar sedapat mungkin tidak menggunakan listrik dan banyak air saat proses produksi batik. Cara lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan menggunakan kompor multiguna. Kompor multiguna ini menggunakan bahan bakar gas, bioetanol atau biogas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya