SOLOPOS.COM - Ilustrasi dolar. (Freepik)

Solopos.com, BEIJING — Dibandingkan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara besar lain, kini China bisa memberi utang bagi negara lain.

Hal itu terungkap dalam penelitian AidData di William & Mary, sebuah universitas di negara bagian Virginia, Amerika Serikat. Namun, pinjaman ini sebagian besar berasal dalam bentuk bunga tinggi yang berisiko dari bank-bank milik pemerintah China.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Jumlah pinjaman itu mengejutkan karena sebelumnya China menerima bantuan dari negara lain, tapi sekarang situasinya berbalik.

Dalam jangka waktu 18 tahun, China memberikan hibah maupun pinjaman uang kepada 13.427 proyek infrastruktur senilai $843 miliar (Rp12 kuadriliun-dikonversi dengan nilai dolar hari ini) di 165 negara.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Bantah Formula E Pemborosan, Pemprov DKI Singgung Mandalika

Kebanyakan pinjaman ini berkaitan dengan Belt and Road Initiative (BRI), program ambisius Presiden Xi Jinping. Dimulai pada 2013, hal ini telah mendongkrak keahlian China dalam proyek infrastruktur, dan mata uang asing yang cukup untuk membangun jalur perdagangan global yang baru.

Namun, para kritikus khawatir bahwa pinjaman dengan bunga tinggi untuk mendanai banyak proyek investasi China akan membebani warga dari negara yang menjadi peminjam. Dan kabar itu bahkan ditujukan untuk pemerintah China sendiri.

Para peneliti dari AidData menghabiskan waktu empat tahun untuk melacak semua pinjaman dan belanja China secara global. Peneliti menuturkan pemerintah China secara rutin menemui mereka untuk mendapatkan informasi bagaimana pinjaman negara itu digunakan di luar negeri.

“Kami dengar pernyataan yang selalu dilontarkan dari pejabat publik di China, ‘Lihat, kalian adalah yang terbaik. Mereka [China] mengatakan: ‘Kami tak bisa mendapatkan data ini secara internal,” jelas Direktur AidData, Brad Parks seperti dilansir detikcom.

Baca Juga: Sentra UKM Indonesia di Jepang Resmi Dibentuk, Ini Tujuannya

Proyek China di Indonesia

Sejak Presiden Xi Jinping mempromosikan program ambisiusnya 2013, saat itu ia sempat berkunjung ke Jakarta untuk menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam pertemuan itu, Indonesia meneken puluhan kesepakatan kerja sama dengan China terkait dengan pertambangan, bubur kertas, properti, jalur kereta api, infrastruktur dan semen. Total nilai komitmen kerja sama mencapai $28,2 miliar (Rp401 triliun).

Pada 2017, kerja sama terkait dengan program BRI berlanjut. Presiden Joko Widodo berada di antara 29 kepala negara dan perwakilan yang ikut serta dalam “Belt and Road Forum for International Cooperation”. Dalam kesempatan itu, Presiden Xi mengumumkan telah menyiapkan anggaran $55,09 miliar untuk mendukung proyek BRI untuk perluasan jaringan antara Asia, Afrika dan Eropa.

Baca Juga: Sambut Para Tamu, Hotel Alila Solo Hadirkan Promo Spesial

Satu bulan pascadilantik menjadi presiden periode 2014-2019, Joko Widodo juga melakukan kunjungan kehormatan ke Presiden Xi Jinping. Antara melaporkan kedua kepala negara melakukan pembicaraan bilateral membahas perkembangan hubungan dan kerja sama kedua negara.

Pada 2019, Wakil Presiden saat itu, Jusuf Kalla, juga menghadiri Forum BRI di China. Hasil dari pertemuan itu di kemudian hari menghasilkan 23 proyek kerjasama Indonesia-China yang akan dibangun di Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Maluku dan Bali.

Dalam satu kesempatan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meyakini Indonesia bisa menghindari jebakan utang dalam kerja sama pembangunan dengan China ini. Dalam kerjasamanya, kata dia, Indonesia menggunakan perjanjian B to B (antar badanusaha), bukan G to G (antar pemerintah). Sehingga tidak ada uang pemerintah yang disertakan dalam proyek itu.

Baca Juga: Cetakan UBS Turun! Cek Harga Emas Pegadaian, Jumat 1 Oktober 2021

Berdasarkan laporan Bank Indonesia, posisi utang Indonesia per Juli 2021 mencapai $451,6 miliar (Rp 5.912 triliun) yang meliputi utang pemerintah, lembaga keuangan, BUMN dan sektor swasta. Jumlahnya dua kali lipat dari APBN tahun-tahun terakhir.

Sementara utang Indonesia pada China per Juli 2021 mencapai $21,12 miliar (Rp 300,9 triliun). Jumlah ini meningkat hampir enam kali lipat dalam 10 tahun terakhir, yaitu $3,7 miliar pada 2011. China merupakan pemberi pinjaman nomor empat terbesar di Indonesia setelah Singapura, Amerika Serikat dan Jepang.

Dalam perkembangan terakhir, Presiden Xi Jinping menghentikan dukungan pendanaan proyek batu bara. Hal ini juga menandai pergeseran kebijakan dalam BRI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya