SOLOPOS.COM - Presiden Jokowi didampingi Wakil Presiden JK berbincang-bincang sesaat sebelum memimpin Sidang Kabinet sebelum sidang kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (30/3/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Andika Wahyu)

Kabinet Jokowi-JK terus disorot, khususnya kebijakan ekonomi yang dinilai maju mundur dan tergesa-gesa.

Solopos.com, JAKARTA — Pengamat menilai kredibilitas pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) akan tergerus jika kerap tidak pasti dalam menelurkan kebijakan. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika memandang beberapa pejabat Kabinet Kerja “demam panggung”.

Promosi Selamat! 3 Agen BRILink Berprestasi Ini Dapat Hadiah Mobil dari BRI

Mereka dinilai panik dengan adanya target yang tinggi, misalnya soal penerimaan pajak, sehingga merumuskan kebijakan secara tergesa-gesa. Saat diprotes oleh berbagai kalangan, pemerintah melunak, lantas menganulir kebijakan.

“Kalau kebijakan terus berubah-ubah seperti ini, maju-mundur, lama-lama akan muncul distrust kepada pemerintah,” kata Erani saat dihubungi Bisnis/JIBI, Sabtu (4/4/2015).

Sejak dilantik Oktober 2014, Jokowi-JK beberapa kali menerbitkan kebijakan menyangkut penghimpunan pajak dan efisiensi belanja. Namun, tidak jarang kebijakan itu ditarik kembali setelah dilempar ke publik, bahkan dibatalkan sekalipun payung hukumnya telah terbit.

Sebagai contoh, penundaan pajak pertambahan nilai (PPN) tol yang sedianya berlaku mulai April 2015. Demikian pula pencabutan Perdirjen No.Per-01/PJ/2015 yang mewajibkan bank melaporkan daftar serta bukti potong pajak giro maupun deposito secara rinci.

Di luar kebijakan fiskal, ada kebijakan kewajiban penggunaan letter of credit (LOC) oleh eksportir batubara, mineral, minyak dan gas, serta minyak sawit dan turunannya, yang kemudian dilonggarkan. Erani melihat tata kelola perumusan kebijakan yang tidak baik ini harus segera dibenahi.

Dia menyarankan agar Menko Perekonomian Sofyan Djalil mematangkan gagasan para menteri serta memfasilitasi mereka “duduk bersama” sebelum melepas kebijakan yang menyangkut ekonomi ke publik. Selain itu, pemerintah perlu mendengar pendapat publik sebelum meloloskan kebijakan.

“Kalau dibiarkan seperti kemarin-kemarin, animo orang untuk investasi menjadi turun. Mereka akan menunda kegiatan ekonomi,” ujar Erani.

Sikap pemerintah yang flip-flop ini juga mendapat sorotan ekonom Standard Chartered Bank Eric Sugandi. Dia melihat komunikasi politik Kabinet Kerja kurang seragam, khususnya pada kasus rencana pengenaan PPN tol.

Menurutnya, ada tiga hal yang harus diperbaiki oleh pemerintah. Pertama, perencanaan kebijakan harus matang. “Bukan cuma kejar tayang, apalagi sekadar menunjukkan pemerintah membuat kebijakan populis,” ujarnya.

Kedua, koordinasi antarkementerian, pemerintah pusat dan daerah, serta pemerintah dan bank sentral, harus berjalan. Ketiga, komunikasi politik anggota Kabinet Kerja, pemerintah dan otoritas moneter, harus seragam.

“BI sedang mengatasi defisit transaksi berjalan, tapi pemerintah minta turunkan suku bunga. Atau ketika rupiah melemah, Wapres JK justru minta suku bunga dilonggarkan lagi. Kalau pemerintah blunder terus seperti ini, kredibilitasnya lama-lama rusak,” ujar Eric.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya