SOLOPOS.COM - Sebuah mobil ambulans yang mengangkut peti berisi jenazah almarhum Djoko Sugeng Pudjianto dilepas oleh para dokter dan para tenaga kesehatan di halaman RSSP Sragen, Jumat (6/8/2021) siang. (Solopos/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Mantan Direktur Umum RSUD dr. Soehadi Prijonegoro (RSSP) Sragen, dr. Djoko Sugeng Pudjianto meninggal dunia di RSSP Sragen, Jumat (6/8/2021) sekitar pukul 09.50 WIB. Djoko Sugeng saat ini masih berstatus sebagai narapidana atas kasus korupsi pengadaan Ruang Sentral Operation Komer (OK) atau Ruang sistem Operasi RSSP Sragen 2016.

Berdasarkan hasil pemeriksaan tim dokter RSSP Sragen, Djoko Sugeng meninggal dunia di Ruang Intensive Care Unit (ICU) Covid-019 lantaran terpapar Covid-19. Djoko Sugeng dirawat selama 14 hari di ruang ICU Covid-19 dan dua hari di ruang isolasi  Covid-19 Bangsal Teratai oleh tim dokter. Tim dokter itu terdiri atas sembilan orang, yakni tiga dokter anestesi, tiga dokter spesialis penyakit dalam, dua dokter spesialis paru, dan satu dokter spesialis jantung.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Direktur RSSP Sragen, dr. Didik Haryanto, menyampaikan Djoko Sugeng masuk RSSP pada 21 Juli 2021 setelah ada laporan dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas IIA Sragen lantaran Djoko Sugeng mengalami gejala batuk berdahak.

Baca juga: Misteri Makam Dasamuka di Kawah Gunung Ungaran Semarang

Didik menyampaikan tim medis langsung mengevakuasi Djoko Sugeng dan langsung dilakukan pemeriksaan dengan standar operasional prosedur (SOP) pasien, seperti pemeriksaan rontgen, pemeriksaan laboratorium, dan swab antigen.

“Hasil swab antigen positif kemudian dilanjut dengan pemeriksan swab PCR dan hasilnya juga positif. Setelah itu, Dokter Djoko Sugeng dirawat di ruang isolasi Covid-19 Bangsal Teratai. Setelah dua hari kondisi Dokter Djoko menurun. Saat itu saturasi oksigennya menurun di bawah 90. Kami koordinasi dengan tim dokter dan diputuskan untuk dirawat di ICU,” jelas Didik saat berbincang dengan wartawan, Jumat siang.

Didik menerangkan selama perawatan di ICU, Djoko Sugeng dirawat tim dokter yang terdiri atas sembilan orang. Tim dokter tersebut berupaya maksimal untuk menyembuhkan Djoko Sugeng dengan memberi pengobatan terapi stem cell dan pemberian obat actemra yang harganya mahal karena obat itu tidak masuk dalam paket pengobatan dari Kementerian kesehatan.

“Kami di lingkungan RSSP menggalang kepedulian sehingga bisa memberi pengobatan maksimal dan juga meminta bantuan obat ke BNPB [Badan Nasional Penanggulangan Bencana] untuk suntikan actemra itu,” ujar Didik.

Baca juga: Semarang-Pekalongan Terancam Tenggelam, DPRD Jateng Minta Pembangunan Pabrik di Pesisir Pantura Disetop

Didik melanjutkan kondisi Djoko Sugeng masih labil. Dengan pemakaian terapi oksigen dengan high flow nasal cannula (HFNC), yakni terapi oksigen dengan tekanan tinggi mampu menaikan saturasi oksigen di angka 92-95 tetapi kadang-kadang masih turun.

Dia mengatakan terapi HFNC itu kemudian dikurangi dengan tekanan 30 liter per menit dan kondisi Djoko Sugeng membaik kemudian drop lagi karena terjadi pendarahan lambung yang menyebabkan diare melena. Setelah diarenya teratasi, kata dia, saturasi oksigen naik di atas 90.

“Kondisi membaik itu terjadi sampai Kamis (5/8/2021) sore. Kemudian pada Jumat, pukul 04.00 WIB, kondisi Dokter Djoko tiba-tiba menurun. Tekanan darah turun di bawah 80, saturasi oksigen juga turun di bawah 80. Tim dokter berusaha maksimal lagi untuk meningkatkan tekanan darah dan saturasi oksigen. Namun, pada pukul 09.50 WIB, Dokter Djoko menghembuskan nafas terakhir. Kondisi Dokter Djoko meninggal itu di luar kuasa manusia,” katanya.

Baca juga: Wiiii… Mantan Atlet Badminton China Huang Hua Rival Susi Susanti Ternyata Tinggal di Klaten Hlo! Ini Profilnya 

Komorbid

Didik menerangkan Djoko Sugeng dirawat selama 14 hari di ICU dan dua hari di ruang isolasi. Dia menyebut pada Jumat merupakan hari ke-14 bagi Djoko Sugeng menjalani perawatan di ICU Covid-19 RSSP Sragen.

“Almarhum memang memiliki komorbid penyakit gula tetapi sebenarnya terkontrol. Selama perawatan itu, Dokter Djoko sudah melewati beberapa kali masa kritis, yakni pneumonia, badai sitokin, dan emboli atau penggumpalan darah dalam tubuh. “Dari pemeriksaan d-dimer pun, awalnya 300 setelah beberapa hari naik sampai 8.000. Normalnya pemeriksaan d-dimer itu di bawah 500,” ujarnya.

Baca juga: Jadi Tersangka Aksi Bikini, Dinar Candy Dikenai Wajib Lapor

Didik menerangkan pemulasaraan jenazah Djoko Sugeng sesuai dengan persetujuan keluarga dilakukan sesuai dengan keyakinan agama almarhum oleh tim pemulasaraan jenazah RSSP. Manajemen RSSP Sragenbersama Ikadat Dokter Indonesia (IDI) menggelar seremonial pelepasan jenazah menuju permakaman umum Giriloyo di daerah Magelang pada pukul 13.00 WIB.

Kasi Bimbingan Napi dan Anak Didik LP Kelas IIA Sragen, Agung Hascahyo, saat ditemui wartawan, menyampaikan Djoko Sugeng saat sakit masih berstatus sebagai napi.

Agung mengatakan pada 21 Juli 2021, pukul 11.00 WIB, Djoko Sugeng yang menghuni sebuah kamar di Blok B LP Kelas IIA Sragen mengeluhkan sakit sesak nafas dan langsung dirujuk ke RSSP Sragen. Setelah diperiksa, kata Agung, Djoko Sugeng terkonfirmasi positif Covid-19 dan kemudian dirawat di ruang ICU.

“Setelah hasil terkonfirmasi positif itu keluar, kami langsung melakukan tracing kontak erat di kamar yang dihuni Djoko Sugeng dari lima orang satu kamar diperiksa dan hasilnya negatif,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya