SOLOPOS.COM - Ilustrasi minyak goreng. (Solopos.com - Antara/Prasetia Fauzani)

Solopos.com, JAKARTA – Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) menyayangkan kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk melarang ekspor minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO).

Ketua Umum DPP Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia Khairul Mahalli mengatakan ekspor CPO saat ini sepenuhnya menjadi penambahan devisa untuk negara.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dengan demikian, menututnya, kemajuan ekonomi negara juga ditentukan oleh ekspornya. GPEI pun mengkhawatirkan nasib pelaku usaha yang sudah mempunyai kontrak dengan pembeli di luar negeri usai penerbitan kebijakan tersebut. Para pengusaha tersebut terancam mendapatkan penalti dan sanksi dari pembeli.

“Kajian pelarangan ekspor CPO tidak logis dan tidak melibatkan pelaku usaha. Apakah pemerintah mampu menanggung beban kerugian eksportir?” ujarnya, Senin (25/4/2022) seperti dilansir BI.

Baca Juga: Indonesia Larang Ekspor Minyak Goreng, Ini Dampaknya bagi Ekonomi Dunia

Khairul yang juga Ketua Umum Kadin Sumatera Utara menuding kesalahan fatal melonjaknya harga minyak goreng berada di tangan Kementerian Perdagangan.

Utamanya dilakukan oleh oknum -oknum yang tidak mampu menjalankan tugasnya. Dia pun menilai akibat kesalahan oknum tersebut, sebenarnya tidaklah tepat merugikan banyak pihak.

“Beri kesempatan bagi yang berkemauan dan berkemampuan membenahi Kementerian Perdagangan, Dinas di Propinsi, Kabupaten dan kota dengan kerangka waktu yang terukur,” imbuhnya.

Sementara itu, anggota Komisi VI DPR Rafli mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengevaluasi kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya (CPO) mulai 28 April 2022.

Baca Juga: Larangan Ekspor Minyak Goreng, Stok Melimpah, Harga Belum Tentu Turun

Pertimbangan Emosional

Rafli menilai kebijakan tersebut diputuskan berdasarkan pertimbangan emosional jangka pendek. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, pemerintah pernah memutuskan melarang ekspor batu bara. Akan tetapi, tujuan kebijakan tersebut tidak sesuai dengan harapan sehingga menimbulkan kerugian bagi negara.

Dia menjelaskan jika kegiatan ekspor minyak goreng dilarang, maka industri dalam negeri tidak akan mampu menyerap seluruh hasil produksi minyak goreng.

“Jangan sampai larangan kebutuhan ekspor minyak goreng mengakibatkan kerugian. Pemerintah perlu mengakomodir siklus perdagangan CPO, bukan serta merta setop ekspor, itu bukan solusi menyeluruh” kata Rafli dalam keterangannya, Senin (25/4/2022).

Berdasarkan informasi yang dia terima, data produksi minyak goreng tahun 2021 mencapai 20,22 juta ton. Di antaranya, sebanyak 5.07 ton (25,05 persen) digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan 15,55 juta ton (74,93 persen) diekspor.

Baca Juga: Larang Ekspor Minyak Goreng, Jokowi Justru Tuai Kritikan

Sehingga dari presentasi tersebut, surplus produksi menjadi sangat besar. Kebijakan ekspor, kata Rafli, hanya perlu diseimbangkan dengan mekanisme subsidi minyak goreng dalam negeri dengan pola Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) yang sudah diatur.

Rafli yang juga Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyebut kebijakan ini pernah dipraktikan oleh Malaysia, negara penghasil CPO terbesar kedua di dunia dengan harga minyak goreng Rp8.500/kg.

Namun, jika dibandingkan dengan Indonesia, negara penghasil minyak goreng pertama di dunia, harga yang dipatok relatif lebih mahal. Oleh karena itu, Rafli menyarankan agar setiap stakeholder yang berkaitan dan terdampak dengan kebijakan soal minyak goreng itu duduk bersama untuk evaluasi.

“Bila perlu studi banding. Ingat, komoditi ekspor berkontribusi besar bagi devisa. Untuk menjaga stabilitas harga, setiap daerah penghasil kelapa sawit harus ada pabrik pengolahan minyak goreng. Di sisi lain, ada tiga perusahaan besar BUMN Tbk. penghasil minyak goreng, semestinya pemerintah mampu bikin harga lebih murah,” ujarnya.

Baca Juga: Ekspor Minyak Goreng Dilarang, Harga Turun?Begini Penjelasannya

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa pemerintah telah memutuskan kebijakan pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng.

Jokowi mengungkapkan alasan pemerintah menerapkan kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan CPO yaitu demi menjamin ketersediaan minyak goreng di dalam negeri. Dengan demikian, harga minyak goreng bisa lebih terjangkau.

“Hari ini saya telah memimpin rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, utamanya yang berkaitan dengan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri. Dalam rapat tersebut, telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng, mulai Kamis, 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian,” kata Jokowi dalam keterangan pers, Jumat (22/04/2022) secara virtual.

Jokowi memastikan bahwa pemerintah akan terus mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan ini untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau di tanah air.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya