SOLOPOS.COM - Ketua Badan Pemenangan Pemilu Pusat PDIP Puan Maharani (tengah) didampingi Sekjen PDIP Tjahyo Kumolo (ketiga kanan), Ketua DPP Bidang Sumber Daya dan Dana PDIP Effendi Simbolon (kedua kiri), Wasekjen Hasto Kristyanto (kanan), dan sejumlah fungsionaris partai menyampaikan surat mandat dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Jumat (14/3/2014). Dalam surat perintah tersebut PDIP mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai capres untuk maju dalam Pilpres 2014. (JIBI/Solopos/Antara/Indrianto Eko Suwarso)

Solopos.com, JAKARTA — Keputusan PDI Perjuangan memberikan mandat kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai calon presiden (capres) bukan sekadar bentuk lapang dada dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Pencalonan mantan wali kota Solo itu sebagai peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 itu adalah pilihan paling realistis bagi partai itu.

Demikian diungkapkan pengamat politik yang juga Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahuddin, Jumat (14/3/2014). “Ini [deklarasi Jokowi sebagai calon presiden] adalah sebuah realitas politik. Ini menunjukkan Megawati sebagai seorang negawaran yang mengesampingkan hasrat pribadinya untuk kembali maju sebagai capres PDIP,” kata Said Salahuddin saat dihubungi Kantor Berita Antara.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Said, Megawati beserta fungsionaris lain PDIP menyadari saat ini adalah kesempatan terbaik setelah PDIP menjadi partai oposisi selama sepuluh tahun sehingga Pemilu 2014 merupakan kesempatan bagi partai moncong putih untuk merebut kekuasaan melalui pemilu. “Keputusan PDIP mengusung Jokowi menjadi capresnya merupakan sebuah momentum. Jika sukses pada Pemilu 2014 maka itu adalah buah dari PDIP dalam menjadi partai politik oposisi yang berseberangan dengan partai berkuasa,” katanya.

Ekspedisi Mudik 2024

Meski begitu, kata Said, deklarasi Jokowi sebagai capres itu memiliki risiko. “Akan ada riak politik yang muncul,” katanya.

Beberapa riak politik itu adalah adanya masyarakat yang tidak setuju dengan pencapresan mantan Wali Kota Surakarta tersebut. Terdapat beberapa kelompok yang mendukung Jokowi saat Pilkada DKI Jakarta 2012 akan kecewa dan justru akan menyerang kepentingan politik PDIP. Hal itu, kata Said, belum ditambah dari pihak yang tidak mendukung Jokowi dan mereka yang tidak suka jika Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) naik menjadi Gubernur DKI menggantikan Jokowi.

“Setidaknya akan ada masyarakat yang keberatan karena ada kelompok masyarakat dan politik pendukung Jokowi saat Pemilu Gubernur 2012. Mereka mengharapkan Jokowi mampu menuntaskan kepemimpinannya menjadi Gubernur sampai periodenya habis tidak terhenti pada 2014.” “Bagi pihak yang tidak memilih Jokowi saat Pilgub akan menolaknya atau bisa saja ada yang menolak Ahok naik menjadi Gubernur,” katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya